Kuratorial akbar untuk pameran ideology proses dan
dunia kecil 2005
Van Gogh, Aku Tidak Punya Waktu Untuk Melamun……
I am just a poorman handsome, away from home and alone (Lucky Luke)
Dalam banyak hal, seniman adalah manusia yang mengambil lompatan lebih
dulu dibandingkan dengan para pembuat sejarah perdaban manusia lainnya. Sekedar
menyebut secara iseng saja, nama sastrawan Chernyshevsky yang mencetuskan ide
What is to be Done yang lebih dulu, tidak terlalu dikenal, dibandingkan Lenin yang memang lebih dikenal
dengan salah satu bukunya yang juga menggunakan judul yang hampir sama What Must to be Done?. Atau teori
involusi pertanian nya Cliford Gretz yang diinspirasikan dari teori pengaktoran
dalam dunia teater. Rumah tawon suku Maya yang menjadi teori fisika postmodern.
Symphony 9 Beethoveen yang sudah berani menggunakan emosi dalam kebekuaan
partitur atau teori dalam karya Kuda
Troya dari karya Illiad-nya Hommer yang menjadi istilah politik, Odessy, ikon
MTV mengulang dan merendahkan gambar animisme dan dinamisme Mesir. Dan mungkin
seabrek lompatan para seniman lainnya. Sampai kabut bisa menjadi bermakna seni,
ketika sebelumnya adalah peristiwa alam biasa…..
Banyak juga sejarah para pelompatan awal mungkin hanya dianggap
sebagai bentuk pemurtadan, karena mereka dianggap sebagai tindakan diluar
ketentuan yang berlaku. Soneta El Diablo Guiseppe
Tartini misalnya, sampe harus di larang untuk didengungkan oleh Gereja pada
saat itu, karena estetikanya yang dekat dengan semangat iblis. Padahal
kelembutan dan romantisme violin Paganini yang sering disucikan sebagai
ungkapan perasaan manusia adalah turunan dari Tartini. Para
pelompat hadir lebih dulu, awalnya untuk di maki dan dipinggirkan, dan kemudian
diplagiatkan dan dilupakan semangatnya.
Dari para pelompat inilah era peradaban seni, bisa tidak beriringan
dengan perdaban sosial politik masyarakat. Mana era yang romantik, mana yang
era Barok dan mana era yang klasik, sampe apa bedanya psycedelia dan progresif
hari ini dan hari kemarin. Para pelompat harus
menjadi subyek dan mungkin bisa menjadi the
right man in wrong place and wrong time. Para
pelompat adalah para pembuat pijakan untuk langkah-langkah peradaban. Dan
lompatan awal itu biasanya adalah dunia kecil, dimana hanya segelintir orang
yang menjalaninya dan meyakininya.
Pada abad 18, Atheis pernah menjadi gaya hidup yang mulia semacam para sufi,
karena dianggap sebagai kemampuan seseorang menterjemahkan agama secara
personal dan penuh sophistic. Kesucian Gothic sebelumnya juga adalah stigma
Barbar para suku Gothea, sebelum kekuasaan seenaknya saja mengambil sifat
elementer untuk memperkuat nuansa kekuasaannya.
Kemenangan kaum Borjuis pada era abad 19, memiliki bagi dirinya
waktu luang yang banyak dan modal yang cukup kuat untuk membuat kebudayaan dan
karya seni yang besar. Begitu juga halnya dengan Renaissance. Peradaban besar
selalu mengekor pada para pelompat, sambil membunuh kaidah plagiatnya.
Soal proses,
kita banyak diganggu oleh media massa, soal mana
yang kenyataan dan mana yang peristiwa, dan visual tersebut telah menjadi
keyakinan massa,
yang masuk TV adalah yang bagus-bagus kata salah seorang teman. Kesadaran kita
hampir tidak pernah diberi waktu, maka tidak ada keyakinan eksis, malas
berpikir dan menyerahkan semuanya pada yang berwenang. Dan ingatan akan jadi
sia-sia, kebudayaan dan seni hanya jadi soal konsumtif, yang bikin sampe gak
sadar juga banyak nirunya. Para pelompat
berproses berdasarkan kenyataan dirinya, membangun subyektifitas dan
seterusnya. Menghindari kesadaran massa
yang pasif dan sentimental, menghindari kejayaan karya-karya tragedy yang penuh
alibi dan kebetulan, mengihindari karya yang mengkhianati kenyataan hidup,
mungkin juga menkhianati hiburan..
Trotsky yang pernah mengkawatirkan kelas proletar tidak punya waktu
untuk menciptakan kebudayaan dan keseniaannya sendiri, karena kebutuhan
revolusi yang banyak menghabiskan tenaga dan pikiran. Tapi intinya bukan itu,
karena seniman bukan ruangan kotak sabun yang tertutup, juga bukan media yang
eksklusif.
Ideology, proses dan dunia kecil adalah usaha personal sebagai
bagian dari sejarah para pelompat peradaban. Melompat kedepan atau kebelakang,
saya kira bukan diskusi yang menarik untuk hari ini. Bagaimana para pelompat
adalah harus berusaha menjadiu subyektif, bukan pribadi, antara yang
sentimental dengan yang apresiatif ! Antara yang asik-asik aja kan cuma masalah etika
pertemanan semata dan sudah tuntas kawan! Tentu subyektifitas menjadi sangat
sulit karena persoalan eksistensi yang otentik, dibandingkan menjadi obyektif
karena sudah ada panduannya waktu kita skripsi dulu. Saya kira proses letaknya
di sini, karena menyangkut bagaimana membangun subyektifitas, bukan pribadi,
sekali lagi bukan sentimentil!! Dan seni untuk seni, seni untuk rakyat, apalagi
seni untuk penonton semuanya belum tentu!!!! Semoga seni itu adalah kehidupan
dan tidak melebihi darinya. Bekerja dan mencari nafkah sampai tak punya waktu,
semangat berkarya untuk menyelamatkan imaginasi dan subyektifitas, agar
estetika tidak dipandu oleh media massa dan mainstream. Mungkin begitu juga dua
perupa kontemporer dalam pameran kali ini, berusaha mencuri waktu untuk
berkarya, menyatakan diri dalam dunia kecil dari sekian banyak kenaifan
estetika dalam narasi-narasi besar. Adalah juga para pelompat dizamannya..
Sejak Votaire, kafe adalah tempat perenungan dimana peradaban dan
karya dilahirkan, Camus dan Sartre adalah saksi berikutnya dari gaya hidup kafe yang penuh
semangat filsafat dan sastra, semoga bangunan itu, kita hidupkan lagi pada
pameran ideologi, proses dan dunia kecil kali ini….. kafe juga sejarah kelas
pekerja melepas lelah dari rutinitas dan kejenuhan industri. Van Gogh, kamu sungguh beruntung punya banyak
waktu untuk melamun dan berpikir, sehingga menghasilkan karya besar dam
terkenal….
AKBAR, Rumah
Sakit Seni dan Produser Film
Tema : “ Ideology Proses dan Dunia Kecil ”
Seniman : Tiok ( K .Yulistio. W ) dan Hery Poer
Lokasi : kafe Plank – plunk. Jln Raya Tlogomas, Malang
Tahun : 2006
Pengisi acara :
Performance art oleh : Ragil Sukriwul dan Room Pambudi
Music : elmo band
Abstraksi
pameran berduaIDEOLOGI, PROSES
DAN DUNIA KECIL [ pada sebuah pintu ]
“ Plank Plunk Kafe & Art Space ! “
dari ngopi
bareng, ngobrol bareng, mbaca bareng sampai pameran bareng
Konstruksi ruang dan dinding interior dalam kafe plank plunk ini cukup
menarik untuk di respon sebab meski terlihat agak sesak dan minimalis ,
barangkali untuk sebuah pameran seni rupa yang berarti butuh sedikit adaptatif
meski pada tataran tertentu ruang bukan menjadi masalah lagi
Dalam situasi semacam ini justru menarik sebagai sebuah stimulant
tersendiri bagi kami berdua yang akan menggelar karya-karya disini, tentunya
dengan sedikit merespon dan melakukan kerja seni agar situasi di dalam ruangan kafe menjadi berbeda,
apalagi di situ terdapat mini bar yang kelihatan lebih menonjol menguasai ruangan
kafe tersebut, Juga terdapat meja dan rak untuk perpustakaan mini yang berisi
buku – buku seni di batas antar ruang selain dengan toilet yang cukup menarik.
Dari proses interaktif yang kerap kita lakukan menjadikan ruang tak
mnjadi sesuatu yang mengganggu dalam proses kreatif kita, namun justru kita
ingin mengajak apresian menikmati dan memasuki ruang – ruang yang lebih luas
dan tak terbatas lewat wisata visual dari karya-karya yang kami gelar berdua
disini.
Tentunya sembari menghirup aroma kopi special dan gurihnya chicken
nugget dan kentang goreng versi plank plunk kafe ini………
Salam merdeka!!
========================================================================
Catatan bersama tiok dan hery poer tentang
pameran ideology proses dan dunia kecil 2005
minggu 23 oktober 2005
05.00 wib
ideologi, proses dan dunia kecil begitu
menghantui pikiranku smalaman ini, aku mungkin akan berbeda persepsi dengan
heri poer tentang hal ini, walaupun ada beberapa hal yang sama hingga lahirnya
konsep ini sebagai sebuah pemikiran dari kita berdua , ideologi menjadi awal
yang sangat menarik untuk aku berpendapat disini, bagaimana seni telah menjadi
pemahaman, bagaimana seni telah masuk dalam keasadaran, membentuk nilai-nilai,
pola pikir, tata laku yang bergesekan dengan nilai-nilai yang terjadi di
masyarakat dan telah pula berinteraksi secara sosial lewat aku sebagai seorang
individu yang bergerak dan hidup pada lingkungan komunal dimana aku berada.
Ideologi akan menjadi dasar tingkah laku dasar pemikiran karena ideologi adalah keasadaran pada cara pandang yang
menjadi keyakinan hidup. Tema sebagai subject matter merupakan representasi
dari kehidupan, perasaan,kisah atau cerita,.sejarah, pengalaman intelektual
perlambangan dan simbol serta pengalaman2 optis maupun metafisik, tema menjadi
sebuah hal yang cukup menarik karena hal ini akan berhubungana dengan pola
pikir kita yang menjadi dasar pemahaman yang disini dengan kata lain aku sebut
dengan (ideologi )seni tak bisa aku hindari telah masuk kedalam ruang – ruang
kesadaran dan telah juga meracuni pola pikirku dalam kehidupan sosialku di
masyarakat
sebuah catatan singkat pada awal 2 kita
berdiskusi…..
[ catatan tiok setan ]
26.10.2005 19.47
wib
aku
berfikir apa yg harusnya kita tawarkan pada wacana yg sudah sesak. Kita harus
lewat pintu mana tuk sampai pada ruang pemahamana yang segar meski tak benar2
baru, barangkali ente ada solusi….
[ catatan
hery poer]
26.10.05.1953
catat saja
hal ini, karena ini akan jadi sejarah dari proses kita.aku lagi berada dalam
alam imajiner ku
[catatan
tiok]
26.10
hal itu tadi stimulan bagi jalan menuju wilayah dimana kita
bisa petik buah pikiran dari interaksi kita , kau selami pemahaman itu….
[catatan
hery poer]
26.10
Kapan2 kita
berdua berdiskusi lagi sambil menggapai
wilayah yang utopis pun hhhhhh… nikmati
kebersamaan memang berkesenian itu menyehatkan kreatifitas oi…
[catatan
hery poer]