Senin, 31 Desember 2012

Van Gogh, Aku Tidak Punya Waktu Untuk Melamun……


Kuratorial akbar untuk pameran ideology proses dan dunia kecil 2005

Van Gogh, Aku Tidak Punya Waktu Untuk Melamun……


I am just a poorman handsome, away from home and alone (Lucky Luke)

Dalam banyak hal, seniman adalah manusia yang mengambil lompatan lebih dulu dibandingkan dengan para pembuat sejarah perdaban manusia lainnya. Sekedar menyebut secara iseng saja, nama sastrawan Chernyshevsky yang mencetuskan ide What is to be Done yang lebih dulu, tidak terlalu dikenal,  dibandingkan Lenin yang memang lebih dikenal dengan salah satu bukunya yang juga menggunakan judul yang  hampir sama What Must to be Done?. Atau teori involusi pertanian nya Cliford Gretz yang diinspirasikan dari teori pengaktoran dalam dunia teater. Rumah tawon suku Maya yang menjadi teori fisika postmodern. Symphony 9 Beethoveen yang sudah berani menggunakan emosi dalam kebekuaan partitur atau teori dalam karya  Kuda Troya dari karya Illiad-nya Hommer yang menjadi istilah politik, Odessy, ikon MTV mengulang dan merendahkan gambar animisme dan dinamisme Mesir. Dan mungkin seabrek lompatan para seniman lainnya. Sampai kabut bisa menjadi bermakna seni, ketika sebelumnya adalah peristiwa alam biasa…..
Banyak juga sejarah para pelompatan awal mungkin hanya dianggap sebagai bentuk pemurtadan, karena mereka dianggap sebagai tindakan diluar ketentuan yang berlaku. Soneta El Diablo Guiseppe Tartini misalnya, sampe harus di larang untuk didengungkan oleh Gereja pada saat itu, karena estetikanya yang dekat dengan semangat iblis. Padahal kelembutan dan romantisme violin Paganini yang sering disucikan sebagai ungkapan perasaan manusia adalah turunan dari Tartini. Para pelompat hadir lebih dulu, awalnya untuk di maki dan dipinggirkan, dan kemudian diplagiatkan dan dilupakan semangatnya.
Dari para pelompat inilah era peradaban seni, bisa tidak beriringan dengan perdaban sosial politik masyarakat. Mana era yang romantik, mana yang era Barok dan mana era yang klasik, sampe apa bedanya psycedelia dan progresif hari ini dan hari kemarin. Para pelompat harus menjadi subyek dan mungkin bisa menjadi the right man in wrong place and wrong time. Para pelompat adalah para pembuat pijakan untuk langkah-langkah peradaban. Dan lompatan awal itu biasanya adalah dunia kecil, dimana hanya segelintir orang yang menjalaninya dan meyakininya.
Pada abad 18, Atheis pernah menjadi gaya hidup yang mulia semacam para sufi, karena dianggap sebagai kemampuan seseorang menterjemahkan agama secara personal dan penuh sophistic. Kesucian Gothic sebelumnya juga adalah stigma Barbar para suku Gothea, sebelum kekuasaan seenaknya saja mengambil sifat elementer untuk memperkuat nuansa kekuasaannya.
Kemenangan kaum Borjuis pada era abad 19, memiliki bagi dirinya waktu luang yang banyak dan modal yang cukup kuat untuk membuat kebudayaan dan karya seni yang besar. Begitu juga halnya dengan Renaissance. Peradaban besar selalu mengekor pada para pelompat, sambil membunuh kaidah plagiatnya. 
Soal proses, kita banyak diganggu oleh media massa, soal mana yang kenyataan dan mana yang peristiwa, dan visual tersebut telah menjadi keyakinan massa, yang masuk TV adalah yang bagus-bagus kata salah seorang teman. Kesadaran kita hampir tidak pernah diberi waktu, maka tidak ada keyakinan eksis, malas berpikir dan menyerahkan semuanya pada yang berwenang. Dan ingatan akan jadi sia-sia, kebudayaan dan seni hanya jadi soal konsumtif, yang bikin sampe gak sadar juga banyak nirunya. Para pelompat berproses berdasarkan kenyataan dirinya, membangun subyektifitas dan seterusnya. Menghindari kesadaran massa yang pasif dan sentimental, menghindari kejayaan karya-karya tragedy yang penuh alibi dan kebetulan, mengihindari karya yang mengkhianati kenyataan hidup, mungkin juga menkhianati hiburan..
Trotsky yang pernah mengkawatirkan kelas proletar tidak punya waktu untuk menciptakan kebudayaan dan keseniaannya sendiri, karena kebutuhan revolusi yang banyak menghabiskan tenaga dan pikiran. Tapi intinya bukan itu, karena seniman bukan ruangan kotak sabun yang tertutup, juga bukan media yang eksklusif.
Ideology, proses dan dunia kecil adalah usaha personal sebagai bagian dari sejarah para pelompat peradaban. Melompat kedepan atau kebelakang, saya kira bukan diskusi yang menarik untuk hari ini. Bagaimana para pelompat adalah harus berusaha menjadiu subyektif, bukan pribadi, antara yang sentimental dengan yang apresiatif ! Antara yang asik-asik aja kan cuma masalah etika pertemanan semata dan sudah tuntas kawan! Tentu subyektifitas menjadi sangat sulit karena persoalan eksistensi yang otentik, dibandingkan menjadi obyektif karena sudah ada panduannya waktu kita skripsi dulu. Saya kira proses letaknya di sini, karena menyangkut bagaimana membangun subyektifitas, bukan pribadi, sekali lagi bukan sentimentil!! Dan seni untuk seni, seni untuk rakyat, apalagi seni untuk penonton semuanya belum tentu!!!! Semoga seni itu adalah kehidupan dan tidak melebihi darinya. Bekerja dan mencari nafkah sampai tak punya waktu, semangat berkarya untuk menyelamatkan imaginasi dan subyektifitas, agar estetika tidak dipandu oleh media massa  dan mainstream. Mungkin begitu juga dua perupa kontemporer dalam pameran kali ini, berusaha mencuri waktu untuk berkarya, menyatakan diri dalam dunia kecil dari sekian banyak kenaifan estetika dalam narasi-narasi besar. Adalah juga para pelompat dizamannya..
Sejak Votaire, kafe adalah tempat perenungan dimana peradaban dan karya dilahirkan, Camus dan Sartre adalah saksi berikutnya dari gaya hidup kafe yang penuh semangat filsafat dan sastra, semoga bangunan itu, kita hidupkan lagi pada pameran ideologi, proses dan dunia kecil kali ini….. kafe juga sejarah kelas pekerja melepas lelah dari rutinitas dan kejenuhan industri.  Van Gogh, kamu sungguh beruntung punya banyak waktu untuk melamun dan berpikir, sehingga menghasilkan karya besar dam terkenal….


AKBAR, Rumah Sakit Seni dan Produser Film 





Tema : “ Ideology Proses dan Dunia Kecil ”

Seniman : Tiok  ( K .Yulistio. W ) dan Hery Poer
Lokasi : kafe Plank – plunk. Jln Raya Tlogomas, Malang
Tahun : 2006

Pengisi acara :
Performance art oleh : Ragil Sukriwul dan Room Pambudi
Music : elmo band


Abstraksi pameran berduaIDEOLOGI, PROSES DAN DUNIA KECIL [ pada sebuah pintu ]



 “ Plank Plunk Kafe & Art Space !
dari ngopi bareng, ngobrol bareng, mbaca bareng sampai pameran bareng

Konstruksi ruang dan dinding interior dalam kafe plank plunk ini cukup menarik untuk di respon sebab meski terlihat agak sesak dan minimalis , barangkali untuk sebuah pameran seni rupa yang berarti butuh sedikit adaptatif meski pada tataran tertentu ruang bukan menjadi masalah lagi
Dalam situasi semacam ini justru menarik sebagai sebuah stimulant tersendiri bagi kami berdua yang akan menggelar karya-karya disini, tentunya dengan sedikit merespon dan melakukan kerja seni agar  situasi di dalam ruangan kafe menjadi berbeda, apalagi di situ terdapat mini bar yang kelihatan lebih menonjol menguasai ruangan kafe tersebut, Juga terdapat meja dan rak untuk perpustakaan mini yang berisi buku – buku seni di batas antar ruang selain dengan toilet yang cukup menarik.
Dari proses interaktif yang kerap kita lakukan menjadikan ruang tak mnjadi sesuatu yang mengganggu dalam proses kreatif kita, namun justru kita ingin mengajak apresian menikmati dan memasuki ruang – ruang yang lebih luas dan tak terbatas lewat wisata visual dari karya-karya yang kami gelar berdua disini.
Tentunya sembari menghirup aroma kopi special dan gurihnya chicken nugget dan kentang goreng versi plank plunk kafe ini………
Salam merdeka!!

========================================================================

Catatan bersama tiok dan hery poer tentang pameran ideology proses dan dunia kecil 2005



minggu  23 oktober 2005
05.00 wib

ideologi, proses dan dunia kecil begitu menghantui pikiranku smalaman ini, aku mungkin akan berbeda persepsi dengan heri poer tentang hal ini, walaupun ada beberapa hal yang sama hingga lahirnya konsep ini sebagai sebuah pemikiran dari kita berdua , ideologi menjadi awal yang sangat menarik untuk aku berpendapat disini, bagaimana seni telah menjadi pemahaman, bagaimana seni telah masuk dalam keasadaran, membentuk nilai-nilai, pola pikir, tata laku yang bergesekan dengan nilai-nilai yang terjadi di masyarakat dan telah pula berinteraksi secara sosial lewat aku sebagai seorang individu yang bergerak dan hidup pada lingkungan komunal dimana aku berada. Ideologi akan menjadi dasar tingkah laku dasar pemikiran karena ideologi  adalah keasadaran pada cara pandang yang menjadi keyakinan hidup. Tema sebagai subject matter merupakan representasi dari kehidupan, perasaan,kisah atau cerita,.sejarah, pengalaman intelektual perlambangan dan simbol serta pengalaman2 optis maupun metafisik, tema menjadi sebuah hal yang cukup menarik karena hal ini akan berhubungana dengan pola pikir kita yang menjadi dasar pemahaman yang disini dengan kata lain aku sebut dengan (ideologi )seni tak bisa aku hindari telah masuk kedalam ruang – ruang kesadaran dan telah juga meracuni pola pikirku dalam kehidupan sosialku di masyarakat
sebuah catatan singkat pada awal 2 kita berdiskusi…..
[ catatan tiok setan ]

26.10.2005 19.47 wib
aku berfikir apa yg harusnya kita tawarkan pada wacana yg sudah sesak. Kita harus lewat pintu mana tuk sampai pada ruang pemahamana yang segar meski tak benar2 baru, barangkali ente ada solusi….
[ catatan hery poer]

26.10.05.1953
catat saja hal ini, karena ini akan jadi sejarah dari proses kita.aku lagi berada dalam alam imajiner ku
[catatan tiok]


26.10
 hal itu tadi  stimulan bagi jalan menuju wilayah dimana kita bisa petik buah pikiran dari interaksi kita , kau selami pemahaman itu….
[catatan hery poer]

26.10
Kapan2 kita berdua berdiskusi lagi  sambil menggapai wilayah yang utopis pun hhhhhh… nikmati  kebersamaan memang berkesenian itu menyehatkan kreatifitas oi…
[catatan hery poer]

0 komentar:

Posting Komentar