Sabtu, 16 Februari 2013

Untukmu Sekar




Dalam perjalanan meretas hari
Kau yang bertaut pada hamparan kerikil
Pada jalan kita menemukan diri
Dengan tubuh – tubuh kita yang dekil

Kau dan aku yang berperang melawan waktu
Bercerita dan mengais – ngais esok
Aku juga merasakan  sama seperti rindumu
Seperti realitas yang berjarak

Tentang perih
Nilai
Mimpi
Pedih
Luka
Duka
Asmara
Mengerti
Dan apa itu mencari

Walaupun kadang
Kita selalu melakukan lupa
Yang terdalam dari diri saat menemu
Dan tersadarkan
Saat mimpi kita
Sudah terbeli

Ah kawan...
Kau mengingatkanku
Dan lihatlah….
Aku akan menemukan diriku
Pada ribuan kata
Menjadi halilintar yang menyambar
Pencakar – pencakar
Memberikan nilai pada waktu

Aku pun menginginkan
Dirimu
Bersamaku….
Dalam bait kata
Teruntuk dirimu..
Sekar…

Cozy studio work, bumi asri 05

Jumat, 15 Februari 2013

Tulisan Bebas [2]


Jika kaupun adalah burung pelatuk di semak dan ranting berduri...
Jangankan wangi melati,
Mengapa tak kau patuk saja kerasnya hari...
[Teruntukmu]



Di subuh yg khusyu' ini kita berteMu...
Memanjatkan doa
Beberapa kalimat terucap
Dan kemudian lalu pergi....
Semoga mimpi itu selalu terjaga
Karena hidup adalah perjuangan...


Saat waktu mulai berbicara...
Dan jarak yg tak bersahabat dg mu
Saat asing menjadi candu..harimu
Kau akan merindukan diatas malam mu..[kawan]
Ingatlah...tentang laku yg lampau
Semoga menjadi nilai penyadaran hati...[Conversationwithmyself]

Dan diantara pemikiran Tan Malaka serta roland barthes...dirimu adalah sarinah yg mengisi ruang ku....

angin sore dan senja,mereka di pertemukan dalam [pengharapan]
semoga esok pada fajar pagi masih ada harpan bertemu...
meski bimbang dan sulit di mengerti
tetapi resapilah....
tentang angin sore dan senja....

Kita[manusia]hanya sekelumit kecil di antara megah,besar dan luasnya bentang alam Mu Ya Rabb,lantas dimana kah letak kesombongan yg [pantas] kita lakukan?[Selamat siang kawan]

Tulisan Bebas [1]


Mirah tak lagi Delima, Cermin dan Sangkakala

kepada dunia saat cerita ini di mulai
tentang sebuah permata mirah yang tak lagi delima
engkau yang sangatlah indah
berselimut merahmu sudah hilang ceria
diantara kita
perhiasan yang tak lagi menjadi penghias
pada wajahku yg bercermin di kilau mu
aku melihat bayang sangkakala
ketakutan yang tak henti
samar ragu menabur esok
tak ada lagi mimpi
engkau yang sangatlah indah
tertampak jauh di pelupuk
dan aku tak lagi mencinta
permata mirah yang tak lagi delima...

Oleh : Sang Chakti

BLAAAR !! ( Dari Sub Kultur sampai Kesadaran Ruang’ )


Sebuah tulisan untuk pameran Minimum Explosion di minimaniez art space, Malang
Oleh : K.Yulistio.W ( tiok )* 

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain dalam kehidupannya, sekelompok manusia yang saling membutuhkan tersebut akan membentuk suatu kehidupan bersama yang disebut dengan masyarakat. Masyarakat itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi. Yang sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Dalam hidup bermasyarakat, manusia senantiasa menyerasikan diri dengan lingkungan sekitarnya dalam usahanya menyesuaikan diri untuk meningkatkan kualitas hidup. Karena itu suatu masyarakat sebenarnya merupakan sistem adaptif, dan masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi banyak kepentingan untuk dapat bertahan. Namun disamping itu masyarakat sendiri juga mempunyai beragam kebutuhan yang harus dipenuhi agar masyarakat tersebut dapat bertahan hidup.
Dalam kehidupan bermasyarakat akan melahirkan interaksi – interaksi sosial di dalamnya, seperti medan magnet yang saling tarik menarik di antara kutubnya, Pada sebuah medan sosial masyarakat di kenal tentang sistem nilai yang berupa adat istiadat maupun kebudayaan, banyak faktor yang melingkupi kebudayaan dan sistem nilai yang berlaku di dalam medan sosial masyarakat, salah satunya adalah faktor perpindahan masyarakat dari satu kota ke kota lain yang kita kenal sebagai urbanisasi. Urbanisasi melahirkan sebuah proses pencampuradukan sistem nilai yang berupa kebudayaan, kebiasaan bahkan melahirkan pula sub kultur atau kelompok kebudayaan yang membentuk koloni kecil dalam kerangka kebudayaan induk pada sebuah tatanan kota
Ketika kita berbicara tentang keberadaan sub kultur, maka kita bisa simak pengertian sub kultur Secara sosiologis, bahwa sebuah subkultur adalah sekelompok orang yang memiliki perilaku dan kepercayaan yang berbeda dengan kebudayaan induk mereka. Subkultur dapat terjadi karena perbedaan usia anggotanya, ras, etnisitas, kelas sosial, dan/atau gender. Dan dapat pula terjadi karena perbedaan aesthetik, religi, politik, dan seksual atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Anggota dari suatu subkultur biasanya menunjukan keanggotaan mereka dengan gaya hidup atau simbol-simbol tertentu. Karenanya, studi subkultur seringkali memasukan studi tentang simbolisme (pakaian, musik dan perilaku anggota sub kebudayaan) dan bagaimana simbol tersebut diinterpretasikan oleh kebudayaan induknya. Gaya hidup ,simbol.fesyen, musik, kebiasaan dalam sub kultur adalah bentuk - bentuk perlawanana pada dominasi kebudayaan induk yang menghegemoninya. Bagaimana kelompok kebudayaan ini menggunakan atribut untuk menancapkan nilai – nilai eksistensinya dalam sebuah tatanan kebudayaan sebuah kota. Pada perkembangannya ‘kultur yang dibawa’ inipun mengalami memesis pada konteks pemaknaannya sampai pada perilaku sosial kelompok sub kultur tersebut yang mengalami dekonstruksi nilai dari kebudayaan asalnya.
Hipies, grunge, punk, sampai kaum ‘alay’ menjadi penghias modernitas sebuah kota dalam lingkup medan sosialnya , fenomena tersebut tak ayal menjadi diskursus tersendiri dalam kerangka kebudayaan masyarakat yang serta merta pula mengakibatkan beberapa ketakutan dan kekawatiran dari sebagian masyarakat yang lain. Sub kultur tak ubahnya seperti teror bom yang memberi ketakutan berlebih (paranoid). Tergambar jelas bagaimana Punk menjelma menjadi ‘anak jalanan’ dan harus bermain kucing – kucingan dengan aparatus kota, belum lagi sikap sebagian masyarakat kota yang resah akan keberadaannya. Hal ini hanya salah satu contoh dari banyak fenomena sub kultur yang berkembang. Berbicara tentang teror bom, Indonesia adalah salah satu negara yang kenyang akan fenomena ini, mulai dari bom yang berhulu ledak besar (high explosive), bom bunuh diri, sampai bom dengan daya ledak kecil (low explosive). Bahkan kita pun di kenal sebagai negara pembawa terror dan ketakutan. Dari fenomena berkembangnya sub kultur tersebut diatas, tak ubahnya seperti bom buku yang beberapa kurun waktu lalu sempat membuat paranoid masyarakat kita. Sebuah fenomena ketakutan yang berlebih dalam masyarakat, mengingat daya ledak bom tersebut yang berkekuatan kecil (low explosive) tidak ubahnya seperti mercon atau petasan mainan. Meskipun tidak mampu meledakkan sebuah bangunan, isu tersebut berkembang menjadi sebuah teror atau ketakutan dalam masyarakat.
Subkultur, kebudayaan, bom, dan teror memang konteks yang berbeda. Dari beberapa fenomena diatas dapat di ambil benang merah, bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang reaksioner dan cenderung mengalami ‘ketakutan’ dalam menyikapi banyak hal. Dalam perspektif kebudayaan kita ‘ketakutan’ akan perubahan dan perkembangan jaman selalu tanpa di sadari dengan arif, atau mengkaji terlebih dahulu nilai- nilai yang ada.
Pada pameran Minimum explosion kali ini, ada hal yang menjadi pembeda dan coba di tawarkan sebagai sebuah pergerakan seni rupa dalam konteks medan wacana seni rupa pada umumnya. Saya melihat hadirnya karya – karya rupa dengan ukuran media yang kecil yang berbeda dengan fenomena seni rupa saat ini yang berkembang dengan hadirnya karya yang gigantik (ukuran media yang besar). Hal ini menjadi menarik ketika coba kita ulas bagaimana sebuah karya bila di lihat dari nilai gagasannya. Sebuah pertanyaan sederhana adalah apakah setiap gagasan yang ‘besar’ harus serta merta di eksekusi pada media pengkaryaan yang besar (ukuran) pula? bukankah nilai dari gagasan tersebut sebenarnya ada pada bagaimana ‘ kecerdasan’ cara kita memanajemen isu, bagaimana kita menciptakan ‘ruang gerak’, serta ‘pasar’ tersendiri, sehingga dapat menjadi ‘explosive’ sebagaimana besifat zat reaktif yang berisi sejumlah besar energi potensial yang dapat menghasilkan sebuah ledakan,dan semoga menjadi ‘kesadaran ruang’ bersama tanpa meninggalkan ‘ketakutan’ baru.
Beragam kota dan karya dari perupa peserta pameran ini turut andil dalam membangun dialog serta jejaring wacana yang berkembang,bagaimana menciptakan dialog, kerja sel antar jejaring,bertukar isu perkembangan dan gagasan saya pikir justru hal yang penting dalam menyikapi fenomena wacana yang kian hari semakin bergerak.Peristiwa – peristiwa kecil seni rupa di berbagai kota yang terekam serta adanya jejaring komunikasi yang intens dalam menyikapi perkembangan wacana pada masing- masing kota tersebut menjadi sangat menarik dalam mengukur perkembangan seni rupa kita serta mampu menyebar ‘virus’ wacana baru yang tidak harus mengikuti ‘mainstream’ yang sudah ada dan terjadi. Yah!! Seperti punk, grunge dan sub kultur yang lain, bom buku, adalah hal kecil dengan kerja sel yang kolektif, manajemen yang ‘cerdas’ pasti akan menghasilkan gagasan serta isu yang besar pula. BLAAAR! Viva creativa !!,Cheers.....

RUANG - RUANG PUBLIK DAN GAMBAR KAMI


Kami mendapat sepenggal cerita dari tuan ‘google ‘
Bahwa di sini pernah ada, sebuah tugu peringatan sejarah yang sangat artistik
Di rancang dan di bangun oleh seorang seniman
Dengan nama tuan yg tak kami kenal
Karena hal itu sudah usang dan lama…
Dan sekarang berganti
Dengan bangunan berderet minimalis
seragam di setiap sudut kota..
kami tak bisa mengenali lagi sejarah tua dan para pendahulu kami
yang bisa kami hargai dan membuat kami bisa belajar
hingga kami menciptakan sejarah ‘ baru ‘ kami sendiri
dengan coretan dan gambar di dinding minimalis kota
yang berjajar rapi
karena kami ingin gagasan kami di dengar…..
karena kami generasi ‘baru’ yang (tak tahu),
bagaimana peradaban bangsa ini di bangun

Kata kata tak akan pernah cukup untuk membuat sebuah keyakinan dan kepercayaan akan di uji oleh waktu..[Renunganmalam]

Hati dan pikiran manusia itu mudah berubah oleh banyak keadaan,butuh kesungguhan untuk menjadikannya sebuah keyakinan [siangkawan]

Apakah masih ada kisah jusuf dan julaika,atau kisah lyla dan majnun? Ataukah hari ini kotak2 jaringan internasional dg satelit2 nya sdh mendekonstruksi pemahaman dan nilai2 itu?...hahahaha[diskusisore]

Seperti terhentak dalam mimpi hitam yg panjang...dan aku tersadar betapa indah masa depan...krna iklas menjadikan ku sesuatu yg berharga...

Bintang di sudut timur,dan tak pernah luka mengalahkan waktu dan pikiran,sungguh cahayaMu menuntun ku pulang...

Bagaikan bermain2 dan membuat komposisi pada sebidang kanvas, meletakan,menyesuaikan,memberi warna,nada,irama,terkadang dirasa perlu memandang dri jauh,kalau dirasa komposisinya gak pas di edit saja,tutup saja dg warna yg lain atau dg bidang lain,selesai,tidak kelihatan obyek lamanya dan mungkin lebih indah dg hadirnya obyek baru bagi kita[sangat dekat dg realitas hidup yg kita jalani]SELAMAT PAGI !!

Dalam padang savana hijau membentang, kau yg menari laksana balerina, berputar,melompat bersama selendangmu yg seolah ingin terbang terbawa angin sesiang itu. Aku lihat kau yg begitu bahagia, wajahmu seolah bunga matahari memekar sempurna,tersenyum setelah kemarin kita bercerita. Tentang nilai,ruang,cinta dan waktu. Dan awan tipispun mulai bergerak

Akan banyak ujian dlm mencapai tataran iklash[semoga di bukakan jendelaMU tatkala pintu yg lain tertutup sebagai ujian]

Ketulusan adalah rasa,hati dan pikiran tanpa tendensi apapun dan terealisasi dlm tindakan nyata dan ia [ketulusan itu]akan di uji#sang chakti

Kebahagiaan adalah puncak terindah dari pertemuan antara 'rasa',hati,pemikiran dan jiwa,sungguh itu bisa di capai,di rasa dan nyata..#sang chakti


bagaimana dengan hati ?
dia adalah hal yg paling unik...
melewati malam dalam lorong hingga menemu padang bertabur bintang
pernah suatu ketika menjumpa savana kering merekah tanah
rindu tersiram ribuan tetes hujan..
acapkali kita lewati, bahkan hutan hijau belantara
dalam liar yang kita tak mengerti...

bagaimana dengan rasa ?
ia adalah bahasa ungkap kalbu dalam ribuan kata..
membahasakan kehendak dan nilai...
menggambarkan lautan biru mengombak
serta ranum anggur..berembun...
memahami metafisika alam
bersama percepatan waktu..

bagaimana dengan logika?
adalah dimana aturan dan kaidah normatif
dalam sejarah manusia
seperti rajah pada dinding batu...
menjaga keseimbangan
dalam dualisme kehidupan
diantara gelap dan terang..
aia membuat kita mampu menterjemahkan bahasa
seperti rerumputan tertiup angin siang.....


Oleh : K. Yulistio W.