Jumat, 18 Januari 2013
Minggu, 13 Januari 2013
Oleh : K. Yulistio.W ( tiok )*
Dalam proses
seni visual ada 3 proses yang di lakukan, yakni aktivitas kreasi, aktivitas
apresiasi, dan aktivitas kritik seni. Aktivitas kreasi yaitu mengacu adanya seniman yang
menghadirkan karya. Artinya, dalam proses seniman bersinggungan dengan
kenyataan objektif di luar dirinya atau kenyataan subyektif dalam dirinya
sendiri. Persinggungan tersebut menimbulkan respon atau tanggapan. Tanggapan
yang dimilikinya dipresentasikan ke luar dirinya, maka lahirlah karya seni.
Aktivitas apresiasi, yaitu aktivitas seseorang dalam memahami karya seni untuk
mendapatkan suatu pengalaman estetik artistic dan visual. Artinya, apresian
merasa puas setelah mengamati karya seni dan memperoleh kepuasan estetik. Kepuasan
estetik merupakan hasil interaksi antara karya seni dengan apresian. Sedangkan
aktivitas kritik seni, yakni sebagai usaha pemahaman dan penikmatan karya seni.
Dalam hal ini kritik sebagai kajian rinci dan apresiatif dengan analisis yang
logis dan argumentatif untuk menafsirkan karya seni. . Kritik, yakni proses
evaluasi untuk menentukan baik-buruknya suatu ciptaan atau memberi penjelasan
terhadap suatu karya berdasarkan norma-norma tertentu. Oleh karena itu, ketiga
aktivitas itu, yakni antara seniman, apresiasi, dan kritik seni (penilaian)
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Proses apresiasi memang menjadi satu kebutuhan dan kritik adalah kebutuhan yang lain. Keduanya dapat berkait ketika kritik berhasil sebagai pemandu pemahaman dan apresiasi. Kritik selalu diharapkan menjadi pembuka kemungkinan adanya proses pemahaman antara kerja seniman dan daya apresiasi masyarakat penikmatnya. Tugas kritik karya seni akan lebih banyak pada prioritas pada apresiasi
Proses apresiasi memang menjadi satu kebutuhan dan kritik adalah kebutuhan yang lain. Keduanya dapat berkait ketika kritik berhasil sebagai pemandu pemahaman dan apresiasi. Kritik selalu diharapkan menjadi pembuka kemungkinan adanya proses pemahaman antara kerja seniman dan daya apresiasi masyarakat penikmatnya. Tugas kritik karya seni akan lebih banyak pada prioritas pada apresiasi
unsur-unsur karya rupa yang meliputi:
Garis
Garis dapat berupa garis nyata atau garis imajiner. Garis tersebut memiliki dimensi panjang, arah, dan sifat-sifat umum (lurus, bengkok, bergelombang, dsb.). Garis memiliki arah vertikal, horisontal, dan diagonal. Garis nyata bersifat linier atau kaligrafis. Garis imajiner, yakni batas bidang, bidang, gelap terang,
Bidang
Bidang (seni rupa/umum) adalah area permukaan datar/2 dimensi atau keluasan yang memiliki panjang dan lebar (geometris dan organis). Bidang: garis-garis dan sisi yang terhubung dengan satu atau lebih titik hilang. Bidang (arsitektur dan desain): bidang-bidang yang digunakan untuk membentuk komposisi 2D dan 3D dan area permukaan untuk membuat bentuk volumetrik.
Bentuk
Unsur bentuk ada dua macam yaitu bentuk dua dimensi dan bentuk tiga dimensi. Bentuk dua dimensi (shape) adalah bidang datar yang dibatasi oleh garis. Sementara bentuk tiga dimensi (form) adalah ruang yang bervolume dibatasi oleh permukaan.
Bentuk memiliki dua macam sifat, yaitu bentuk yang bersifat geometris dan organis. Bentuk geometris: bentuk yang memiliki susunan struktur teratur (permukaan/bidang mudah diukur panjang dan lebarnya, isi atau volumenya). Bentuk organis: bentuk yang memiliki susunan struktur tidak teratur (permukaan/bidang atau lengkungan yang tidak teratur sehingga lebih sulit atau bahkan tidak bisa untuk mengukurnya).
Ruang
Ruang adalah bidang atau keluasan. Ruang mungkin 2D atau 3D. Ruang merupakan unsur dasar seni rupa, sebenarnya seni rupa didefinisikan sebagai organisasi ruang. Di dalam suatu susunan ada ruang positif yaitu ruang dibatasi oleh suatu batas tepi berupa garis, sedang ruang negatif adalah ruang yang berada di antara ruang-ruang positif.
Warna
Warna merupakan kesan yang ditimbulkan oleh cahaya. Sistem yang paling sederhana untuk mengetahui hubungan warna-warna adalah susunan warna dalam bentuk lingkaran warna.
Tekstur
Menduduki tempat yang khusus dalam seni rupa karena tekstur merupakan bahan dasar dari mana sebuah karya seni rupa dibuat. Tekstur yakni nilai raba dari suatu permukaan. Dapat dianalisa dalam tiga aspek: (a) kualitas raba dari permukaan; (b) kualitas raba dari manipulasi benda tiga dimensi; dan (d) kualitas visual dari permukaan benda.
Gelap - Terang (Tone)
Gelap terang adalah perbedaan warna hitam dan putih, serta kisaran warna abu-abu di antaranya. Gelap terang digunakan untuk memberikan ilusi kenyataan tiga dimensi.
serta menggunakan prinsip rupa berupa :
Unsur bentuk ada dua macam yaitu bentuk dua dimensi dan bentuk tiga dimensi. Bentuk dua dimensi (shape) adalah bidang datar yang dibatasi oleh garis. Sementara bentuk tiga dimensi (form) adalah ruang yang bervolume dibatasi oleh permukaan.
Bentuk memiliki dua macam sifat, yaitu bentuk yang bersifat geometris dan organis. Bentuk geometris: bentuk yang memiliki susunan struktur teratur (permukaan/bidang mudah diukur panjang dan lebarnya, isi atau volumenya). Bentuk organis: bentuk yang memiliki susunan struktur tidak teratur (permukaan/bidang atau lengkungan yang tidak teratur sehingga lebih sulit atau bahkan tidak bisa untuk mengukurnya).
Ruang
Ruang adalah bidang atau keluasan. Ruang mungkin 2D atau 3D. Ruang merupakan unsur dasar seni rupa, sebenarnya seni rupa didefinisikan sebagai organisasi ruang. Di dalam suatu susunan ada ruang positif yaitu ruang dibatasi oleh suatu batas tepi berupa garis, sedang ruang negatif adalah ruang yang berada di antara ruang-ruang positif.
Warna
Warna merupakan kesan yang ditimbulkan oleh cahaya. Sistem yang paling sederhana untuk mengetahui hubungan warna-warna adalah susunan warna dalam bentuk lingkaran warna.
Tekstur
Menduduki tempat yang khusus dalam seni rupa karena tekstur merupakan bahan dasar dari mana sebuah karya seni rupa dibuat. Tekstur yakni nilai raba dari suatu permukaan. Dapat dianalisa dalam tiga aspek: (a) kualitas raba dari permukaan; (b) kualitas raba dari manipulasi benda tiga dimensi; dan (d) kualitas visual dari permukaan benda.
Gelap - Terang (Tone)
Gelap terang adalah perbedaan warna hitam dan putih, serta kisaran warna abu-abu di antaranya. Gelap terang digunakan untuk memberikan ilusi kenyataan tiga dimensi.
serta menggunakan prinsip rupa berupa :
Gradasi
Prinsip rangkaian dari unit yang berdekatan sama dalam segala hal kecuali perbedaan perubahan tingkatan dari satu unit ke unit selanjutnya.
Irama
Irama adalah kesinambungan atau alur yang dicapai dengan repitisi (pengulangan) dan pengukuran bagian-bagian yang sama atau mirip. Irama dapat bersifat sederhana, menggunakan satu jenis ukuran, atau gabungan beberapa jenis ukuran yang hadir secara simultan, atau merupakan variasi kompleks dengan menggunakan aksen-aksen tertentu.
Perasaan gerakan dari organisasi unsur-unsur seni rupa, gerakannya bisa mengalir, terpotong, lembut, berulang, dan beruntun.
Kontras
Pertentangan yang kelihatan justru bertujuan memperlihatkan ketidaksamaannya.
Penekanan dan repetisi
Repitisi adalah cara penekanan ulang satuan-satuan visual dalam suatu pola. Repitisi tidak selalu merupakan duplikasi secara persis, tetapi juga kemiripan. Variasi repitisi dapat memperkuat daya tarik suatu pola atau agar pola tersebut tidak membosankan. Berikut kreasi suatu titik pusat atau pusat perhatian.
Pusat perhatian
Mengkonsentrasikan pusat pikiran menuju pada satu titik secara bertahap
Proporsi
Hasil hubungan perbandingan jarak, ukuran, jumlah, tingkatan, dan bagian. Perbandingan hubungan: (a) di dalam satu bagian; (b) di antara bagian-bagian; (c) bagian dengan keseluruhan; dan (d) keseluruhan dengan sekitarny
Prinsip rangkaian dari unit yang berdekatan sama dalam segala hal kecuali perbedaan perubahan tingkatan dari satu unit ke unit selanjutnya.
Irama
Irama adalah kesinambungan atau alur yang dicapai dengan repitisi (pengulangan) dan pengukuran bagian-bagian yang sama atau mirip. Irama dapat bersifat sederhana, menggunakan satu jenis ukuran, atau gabungan beberapa jenis ukuran yang hadir secara simultan, atau merupakan variasi kompleks dengan menggunakan aksen-aksen tertentu.
Perasaan gerakan dari organisasi unsur-unsur seni rupa, gerakannya bisa mengalir, terpotong, lembut, berulang, dan beruntun.
Kontras
Pertentangan yang kelihatan justru bertujuan memperlihatkan ketidaksamaannya.
Penekanan dan repetisi
Repitisi adalah cara penekanan ulang satuan-satuan visual dalam suatu pola. Repitisi tidak selalu merupakan duplikasi secara persis, tetapi juga kemiripan. Variasi repitisi dapat memperkuat daya tarik suatu pola atau agar pola tersebut tidak membosankan. Berikut kreasi suatu titik pusat atau pusat perhatian.
Pusat perhatian
Mengkonsentrasikan pusat pikiran menuju pada satu titik secara bertahap
Proporsi
Hasil hubungan perbandingan jarak, ukuran, jumlah, tingkatan, dan bagian. Perbandingan hubungan: (a) di dalam satu bagian; (b) di antara bagian-bagian; (c) bagian dengan keseluruhan; dan (d) keseluruhan dengan sekitarny
Keseimbangan
Keseimbangan mengesankan keseimbangangaya
berat seperti pada timbangan. Keseimbangan merupakan keseimbangan optis yang
dapat dirasakan di antara bagian-bagian dalam karya seni rupa. Keseimbangan
merupakan suatu perasaan akan adanya kesejajaran, kestabilan, ketenangan dari
berat, ukuran, dan kepadatan dari suatu susunan.
Harmoni
Harmoni digunakan mengikat bagian-bagian berbeda dan berlawanan. Harmoni dicapai melalui repitisi dan irama. Variasi melalui perbedaan dan perubahan. Harmoni mengikat bagian-bagian dalam kesatuan. Sedangkan variasi menambah daya tarik pada keseluruhan bentuk atau komposisi. Tanpa variasi, komposisi menjadi statis atau tidak memiliki vitalitas. Jadi harmoni adalah suatu kepekaan dalam perasaan, kombinasi yang menyenangkan dari susunan yang berbeda.
Kesatuan
Penyusunan dalam seni rupa yaitu pengembangan keseluruhan secara menyatu berdasarkan bagian-bagian yang berbeda-beda. Perasaan yang lengkap secara keseluruhan, penyatuan yang total, kualitas hubungan yang logis, dan selesai. Merupakan akhir dari seluruh prinsip penyusunan unsur seni rupa.
Keseimbangan mengesankan keseimbangan
Harmoni
Harmoni digunakan mengikat bagian-bagian berbeda dan berlawanan. Harmoni dicapai melalui repitisi dan irama. Variasi melalui perbedaan dan perubahan. Harmoni mengikat bagian-bagian dalam kesatuan. Sedangkan variasi menambah daya tarik pada keseluruhan bentuk atau komposisi. Tanpa variasi, komposisi menjadi statis atau tidak memiliki vitalitas. Jadi harmoni adalah suatu kepekaan dalam perasaan, kombinasi yang menyenangkan dari susunan yang berbeda.
Kesatuan
Penyusunan dalam seni rupa yaitu pengembangan keseluruhan secara menyatu berdasarkan bagian-bagian yang berbeda-beda. Perasaan yang lengkap secara keseluruhan, penyatuan yang total, kualitas hubungan yang logis, dan selesai. Merupakan akhir dari seluruh prinsip penyusunan unsur seni rupa.
Dari data visual diatas dapat di gunakan
sebagai bahan dari metode kritik seni, diantaranya langkah metode kritik seni visual adalah dengan
menggunakan pendekatan :
Analisis
Formal
Dalam analisis formal diupayakan bagaimana menjelaskan objek kritik dengan sekian data. Proses ini lanjutan dari yang pertama, mulai menjelaskan bagaimana objek itu diatur menurut kepentingannya, seperti: bentuk, luas warna, garis luar secara khusus, barik, dan komposisi. Analisis formal juga termasuk jenis deskripsi, akan tetapi ia tidak hanya bicara soal penjelasan objek, melainkan juga mengikutsertakan kualitas unsur visual.
Paparan ini menuju ke arah bagaimana proses distorsi mulai dilakukan. Bermula dari penjelasan ihwal gagasan hingga kepada bagaimana ketika bentuk diungkapkan mengalami urutan perubahan-perbahan. Analisis formal berangkat dari wujud nyata dalam karya, akan tetapi terdapat langkah kajian yang lebih bersifat sebab-akibat. Analisis formal memperlihatkan usaha untuk menjelaskan karya secara objektif dan hubungannya dengan tafsiran dalam penelaan.
Analisis formal mulai bergeser dari sekadar paparan deskriptif objek ke arah pernyataan tentang bagaimana menafsirkan bentuk. Gagasan yang menerangkan proses kekaryaan disusun sebagai data penyelidikan tambahan yang berpengaruh dalam kerangka untuk menarik tafsiran-tafsiran.
Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran. Penafsiran adalah suatu upaya untuk menjernihkan persoalan di dalam proses pengertian, yaitu dengan cara mengungkapkan setiap detail proses interpretasi dengan bahasa yang tepat. Penjelasan cara kerja seniman dan proses pengubahannya diuraikan sebagai tafsiran yang merujuk kepada suatu proses penemuan seniman, juga meliputi hubungan-hubungan yang bisa ditarik dengan unsur-unsur bahasa visual yang ditampilkan.
Bentuk penilaian pada objek seni rupa merupakan penggabungan atau pertemuan antara individualitas dengan gagasan, materi, dan pengalaman yang saling berhubungan.
Evaluasi
Deskripsi, analisis formal, dan penafsiran/interpretasi atas data-data visual dan pernyataan-pernyataan telah menjadi bagian kelengkapan penilaian. Proses penilaian harus merupakan bagian kritik yang jelas. Jika memberikan kepuasan, artinya penilaian kritikus dapat memenuhi fungsinya sebagai pemahaman.
Dalam analisis formal diupayakan bagaimana menjelaskan objek kritik dengan sekian data. Proses ini lanjutan dari yang pertama, mulai menjelaskan bagaimana objek itu diatur menurut kepentingannya, seperti: bentuk, luas warna, garis luar secara khusus, barik, dan komposisi. Analisis formal juga termasuk jenis deskripsi, akan tetapi ia tidak hanya bicara soal penjelasan objek, melainkan juga mengikutsertakan kualitas unsur visual.
Paparan ini menuju ke arah bagaimana proses distorsi mulai dilakukan. Bermula dari penjelasan ihwal gagasan hingga kepada bagaimana ketika bentuk diungkapkan mengalami urutan perubahan-perbahan. Analisis formal berangkat dari wujud nyata dalam karya, akan tetapi terdapat langkah kajian yang lebih bersifat sebab-akibat. Analisis formal memperlihatkan usaha untuk menjelaskan karya secara objektif dan hubungannya dengan tafsiran dalam penelaan.
Analisis formal mulai bergeser dari sekadar paparan deskriptif objek ke arah pernyataan tentang bagaimana menafsirkan bentuk. Gagasan yang menerangkan proses kekaryaan disusun sebagai data penyelidikan tambahan yang berpengaruh dalam kerangka untuk menarik tafsiran-tafsiran.
Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran. Penafsiran adalah suatu upaya untuk menjernihkan persoalan di dalam proses pengertian, yaitu dengan cara mengungkapkan setiap detail proses interpretasi dengan bahasa yang tepat. Penjelasan cara kerja seniman dan proses pengubahannya diuraikan sebagai tafsiran yang merujuk kepada suatu proses penemuan seniman, juga meliputi hubungan-hubungan yang bisa ditarik dengan unsur-unsur bahasa visual yang ditampilkan.
Bentuk penilaian pada objek seni rupa merupakan penggabungan atau pertemuan antara individualitas dengan gagasan, materi, dan pengalaman yang saling berhubungan.
Evaluasi
Deskripsi, analisis formal, dan penafsiran/interpretasi atas data-data visual dan pernyataan-pernyataan telah menjadi bagian kelengkapan penilaian. Proses penilaian harus merupakan bagian kritik yang jelas. Jika memberikan kepuasan, artinya penilaian kritikus dapat memenuhi fungsinya sebagai pemahaman.
* Penulis adalah Perupa dan Manager
Operasional GROW art forum
Standart
Operational System Dalam Pameran Seni Rupa
Dalam sebuah
Pameran seni rupa ada beberapa langkah yg di lakukan sebagai upaya untuk
pencapaian target capaian yang maksimal, hal ini di tempuh guna meningkatkan
proses apresiasi dan perkembangan seni rupa itu sendiri, hal hal yang perlu di
tempuh adalaha sebagai berikut :
Konsepsi :
a.Menentukan Gagasan, Konsepsi, dan Tema pameran berdasar pada analisis
dan riset yang kemudian di susun dalam T.O.R, hal ini adalah langkah
awal yang paling penting, karena dari sini kita bisa menentukan penggambaran
kegiatan, strategi bahkan target operasional
b.Pembentukan
kepanitiaan
Pra Produksi Karya
:
Adalah pembacaan
tema dan T.O.R sebagai sebuah analisis personal yg akan di ungkap kedalam
materi karya bisa di pertajam melalui media diskusi dan sharing tentang
pemahaman sebuah tema
Produksi Karya
:
Penerjemahan
tema pada citra visual dan media karya dengan
memperhatikan pemilihan media serta bentuk visual yg sudah terkonsep dan
di pahami dengan benar dari tema yg telah di tentukan.
Pasca Produksi
:
a.Presentasi
karya
b.Kritik karya,
kuratorial, seleksi atau evaluasi karya
Pra Pameran :
Persiapan teknis
yang meliputi :
a.Pengumpulan
dokumentasi karya, data karya , dan curriculum vitae
b.Pembuatan
Proposal pendanaan dan kerjasama serta melakukan negosiasi kerjasama
d.Pembuatan media Publikasi : Undangan, Leaflet, Banner
dan catalog serta pembuatan .Pers
Release serta persebaran Undangan dan media publikasi ( cetak, elektronik dan
jejaring social )
e.Seeting karya
dan persiapan Pembukaan pameran
f.Konfrensi Pers
( kerja kehumasan )
Pameran :
Pembukaan dan
seremonial acara
Diskusi dan
sarasehan
Dokumentasi
Pasca Pameran :
Evaluasi dengan
pendekatan analisis capaian target yg kemudian menyusun laporan secara tertulis
Oleh : K.
Yulistio. W
Kami mendapat
sepenggal cerita dari tuan ‘google ‘
Bahwa di sini
pernah ada, sebuah tugu peringatan sejarah yang sangat artistik
Di rancang
dan di bangun oleh seorang seniman
Dengan nama
tuan yg tak kami kenal
Karena hal
itu sudah usang dan lama…
Dan
sekarang berganti
Dengan
bangunan berderet minimalis
seragam di
setiap sudut kota..
kami tak bisa
mengenali lagi sejarah tua dan para pendahulu kami
yang bisa
kami hargai dan membuat kami bisa belajar
hingga kami
menciptakan sejarah ‘ baru ‘ kami sendiri
dengan
coretan dan gambar di dinding minimalis kota
yang berjajar
rapi
karena kami
ingin gagasan kami di dengar…..
karena kami
generasi ‘baru’ yang (tak tahu),
bagaimana
peradaban bangsa ini di bangun
Kita sering mendengar dan saksikan entah
itu dari berita di media atau kasak kusuk di telinga tentang karya-karya seni
rupa yang dihadirkan di ruang publik.baik karya – karya yang merupakan symbol
identitas sejarah kota ataupun karya baru symbol peradaban budaya ‘baru’ ,
Peristiwa hadirnya seni rupa di ruang – ruang public ini sering kali memancing
beragam respons publik, baik dari masyarakat luas maupun dari mereka yang
mengaku sebagai para penghuni , penguasa atau pengguna ruang-ruang publik itu.
Contoh sederhana adalah sejumlah peristiwa tentang penolakan (oleh aparatus
pemerintah dengan mengatasnamakan masyarakat), pembongkaran, dan pemindahan
sejumlah karya tiga dimensional yang dipasang di sejumlah sudut kota Yogyakarta
di sebuah republic antah berantah, terkait dengan peristiwa Biennale Jogja
X-2009 (patung ”Ada Diantaranya” karya Yul Hendri yang dipasang di daerah
Badran, patung ”Terbelenggu” karya Anjar Warsito dan Daroji yang akan dipasang
di bundaran kampus UGM, dan karya kolaborasi Agustioko dan Rony Lampah ”Like
Star on The Sky” yang harus dipindah dari perempatan Demangan ke kompleks Jogja
National Museum, Gampingan).
Peristiwa itu terjadi, tentu berpangkal
dari berbagai kemungkinan; misalnya, perihal adanya kesenjangan apresiasi masyarakat
terhadap sejumlah karya seni rupa, atau perihal sikap sewenang-wenang aparatus
pemerintah yang merasa terusik oleh ”benda-benda asing” tanpa prosedur
birokrasi yang mereka harapkan (baca: harus minta izin), atau kemungkinan
lainnya adalah sikap sewenang-wenang sang seniman terkait dengan aksi
kreativitasnya, yang mengatasnamakan ”kebebasan berekspresi”.
Terhadap berbagai kemungkinan itu, pangkal
persoalannya adalah tiadanya komunikasi yang baik dan produktif, serta
kesewenang-wenangan tafsir atas karya seni dan parameter kelayakan kehadiran di
sebuah ruang. Menyikapi peristiwa itu tanpa kerendah hatian untuk saling
belajar, maka akan berpotensi mengundang sikap anarkis oleh banyak pihak.
Ruang publik sebagai gagasan dari dulu sampai kekinian
Sejak masa Persagi, penempatan karya pada
ruang publik telah dilakukan, misalnya dengan menempelkan poster-poster
perjuangan, atau baliho (poster ukuran besar) di ruang publik seperti yang
dilakukan oleh partai-partai politik pada masa sebelum 1965 dan pada masa Orde
Baru. Kehadiran poster dan baliho dalam ukuran besar bertujuan untuk
menyampaikan pesan politik atau pesan pembangunan yang dicanangkan oleh
pemerintah secara langsung kepada masyarakat luas. Tidak adanya tujuan lain
daripada keinginan untuk menyampaikan pesan secara langsung dan menjangkau
publik dalam jumlah yang luas menjadikan media ini hanya sebagai pilihan media
untuk menjangkau pemirsa yang luas. Tentunya juga tidak akan membuat wacana
baru dalam seni rupa kita
Kehadiran dua kelompok perupa yang saat ini secara intens menggarap ruang publik sebagai salah satu media penciptaan karya mereka tentu menarik untuk disimak. Apakah karya mereka diciptakan dengan suatu kesadaran yang berbeda dengan aktivitas sebelumnya? Kelompok Apotik Komik memakai idiom gambar sebagaimana layaknya sebuah komik sebagai bentuk ekspresi mereka. Penciptaan mereka dilandasi oleh semangat bermain yang kental. Keinginan untuk merambah bahasa gambar komik adalah suatu keputusan yang disadari sepenuhnya sebagai upaya untuk bisa keluar dari keseriusan penciptaan seni rupa pada 1995, dimana instalasi menjamur dan performans sebagai tren dalam dunia seni rupa kontemporer. Mereka sadar betul akan konsekuensi yang diambil pada masa itu, bahwa karya mereka sangat mungkin untuk tidak masuk dalam jajaran seni rupa kontemporer. Bahkan ketika mereka mulai memperbesar ukuran komik dari ukuran sebenarnya dan munculnya gagasan untuk menempatkan komik sebagaimana layaknya sebuah grafiti di jalanan. Gagasan-gagasan awal yang penuh dengan semangat main-main mulai membuat pengamat seni rupa, galeri dan kurator memperhatikan ulah mereka yang dianggap membuka wacana baru dalam seni rupa kontemporer, dimana bahasa gambar yang ditempatkan di ruang publik ikut meramaikan perjalanan seni rupa kontemporer Indonesia. Aktivitas mereka yang pada awalnya menganggap ruang publik hanya sebagai media ekspresi alternatif, ternyata menyadarkan mereka bahwa kehadiran masyarakat di sekitar tempat karya-karya itu diciptakan ikut menjadi bagian dari penciptaannya.
Pada sisi lain kelompok Lembaga Budaya Kerakyatan “Taring Padi” adalah kelompok yang secara intens menciptakan karya-karya yang mereka tempatkan pada ruang publik. Tujuan mereka sangat jelas, memakai ruang publik untuk mempresentasikan karya-karya mereka yang sarat dengan pesan-pesan sosial, agar karya-karya tersebut bisa dikomunikasikan kepada masyarakat luas. Mereka memakai seni rupa sebagai media untuk penyadaran kepada masyarakat. Aktivitas seni rupa LBK “Taring Padi” dibagi dalam dua kecenderungan, yaitu yang bersifat praksis yang biasanya dilakukan bersama masyarakat, dan kecenderungan lain adalah penciptaan karya-karya individual. Praksis adalah aktivitas antara seniman dan komunitas masyarakat yang mempergunakan media seni rupa. Aktivitas ini bertujuan untuk membangun kesadaran baru bagi masyarakat akan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Penciptaan karya TP yang sarat dengan ideologi di mana di dalam proses penciptaan yang bersifat praksis, dibutuhkan suatu kesadaran emansipatif dan partisipatif antara seniman dan masyarakat. Seniman dan masyarakat berada pada posisi yang setara, masing-masing sebagai subjek dan proses penciptaan karya seni rupa bersifat kolaborasi. Demikian juga dengan karya yang ditempatkan di ruang publik bisa merupakan karya individual atau komunal.
Proses transformasi penyadaran ini berlangsung seniman mempunyai pengalaman baru dan semakin memahami realitas masyarakat. Persinggungan ini menghasilkan kesadaran baru pada kedua belah pihak, yaitu aktivis “Taring Padi” dan masyarakat. Proses dialogis ini penting, karena tidak ada kesadaran yang tumbuh sendiri tanpa melalui dialog atau interaksi dengan masyarakatnya. Kesadaran ini kemudian menentukan sikap keberpihakan dalam tingkat ideologi dan akan terefleksi dalam karya-karya mereka. Kesadaran inilah menurut mereka yang akan membedakan karya-karya kelompok “Taring Padi” dengan perupa lainnya. Di mana karya perupa “TP” tidak hanya berhenti pada refleksi per-masalahan yang muncul pada masyarakat atau sikap kritis, tetapi lebih dari itu memberikan solusi, yang bisa berupa semangat. Mereka menyebutkan karya-karyanya dengan istilah “seni rupa kerakyatan”, seni yang egaliter, demokratis, humanis, antidiskriminasi, antigender, berkeadilan sosial, ekologis, liberasi dalam berpikir dan bertindak, serta terbuka bagi pengetahuan lokal. “Rakyat” yang berarti masyarakat kelas bawah yang tertindas perlu informasi dan penyadaran. Di mana galeri tidak selalu bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat bawah yang disebut rakyat.
Pesan-pesan sosial yang ditujukan kepada masyarakat secara sadar dilandasi oleh keinginan untuk membangun kesadaran kritis masyarakat terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di sekitar mereka. Media ruang publik dianggap cukup efisien dalam menyampaikan pesan-pesan mereka pada masyarakat luas, selain cara praksis.
Kehadiran dua kelompok perupa yang saat ini secara intens menggarap ruang publik sebagai salah satu media penciptaan karya mereka tentu menarik untuk disimak. Apakah karya mereka diciptakan dengan suatu kesadaran yang berbeda dengan aktivitas sebelumnya? Kelompok Apotik Komik memakai idiom gambar sebagaimana layaknya sebuah komik sebagai bentuk ekspresi mereka. Penciptaan mereka dilandasi oleh semangat bermain yang kental. Keinginan untuk merambah bahasa gambar komik adalah suatu keputusan yang disadari sepenuhnya sebagai upaya untuk bisa keluar dari keseriusan penciptaan seni rupa pada 1995, dimana instalasi menjamur dan performans sebagai tren dalam dunia seni rupa kontemporer. Mereka sadar betul akan konsekuensi yang diambil pada masa itu, bahwa karya mereka sangat mungkin untuk tidak masuk dalam jajaran seni rupa kontemporer. Bahkan ketika mereka mulai memperbesar ukuran komik dari ukuran sebenarnya dan munculnya gagasan untuk menempatkan komik sebagaimana layaknya sebuah grafiti di jalanan. Gagasan-gagasan awal yang penuh dengan semangat main-main mulai membuat pengamat seni rupa, galeri dan kurator memperhatikan ulah mereka yang dianggap membuka wacana baru dalam seni rupa kontemporer, dimana bahasa gambar yang ditempatkan di ruang publik ikut meramaikan perjalanan seni rupa kontemporer Indonesia. Aktivitas mereka yang pada awalnya menganggap ruang publik hanya sebagai media ekspresi alternatif, ternyata menyadarkan mereka bahwa kehadiran masyarakat di sekitar tempat karya-karya itu diciptakan ikut menjadi bagian dari penciptaannya.
Pada sisi lain kelompok Lembaga Budaya Kerakyatan “Taring Padi” adalah kelompok yang secara intens menciptakan karya-karya yang mereka tempatkan pada ruang publik. Tujuan mereka sangat jelas, memakai ruang publik untuk mempresentasikan karya-karya mereka yang sarat dengan pesan-pesan sosial, agar karya-karya tersebut bisa dikomunikasikan kepada masyarakat luas. Mereka memakai seni rupa sebagai media untuk penyadaran kepada masyarakat. Aktivitas seni rupa LBK “Taring Padi” dibagi dalam dua kecenderungan, yaitu yang bersifat praksis yang biasanya dilakukan bersama masyarakat, dan kecenderungan lain adalah penciptaan karya-karya individual. Praksis adalah aktivitas antara seniman dan komunitas masyarakat yang mempergunakan media seni rupa. Aktivitas ini bertujuan untuk membangun kesadaran baru bagi masyarakat akan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Penciptaan karya TP yang sarat dengan ideologi di mana di dalam proses penciptaan yang bersifat praksis, dibutuhkan suatu kesadaran emansipatif dan partisipatif antara seniman dan masyarakat. Seniman dan masyarakat berada pada posisi yang setara, masing-masing sebagai subjek dan proses penciptaan karya seni rupa bersifat kolaborasi. Demikian juga dengan karya yang ditempatkan di ruang publik bisa merupakan karya individual atau komunal.
Proses transformasi penyadaran ini berlangsung seniman mempunyai pengalaman baru dan semakin memahami realitas masyarakat. Persinggungan ini menghasilkan kesadaran baru pada kedua belah pihak, yaitu aktivis “Taring Padi” dan masyarakat. Proses dialogis ini penting, karena tidak ada kesadaran yang tumbuh sendiri tanpa melalui dialog atau interaksi dengan masyarakatnya. Kesadaran ini kemudian menentukan sikap keberpihakan dalam tingkat ideologi dan akan terefleksi dalam karya-karya mereka. Kesadaran inilah menurut mereka yang akan membedakan karya-karya kelompok “Taring Padi” dengan perupa lainnya. Di mana karya perupa “TP” tidak hanya berhenti pada refleksi per-masalahan yang muncul pada masyarakat atau sikap kritis, tetapi lebih dari itu memberikan solusi, yang bisa berupa semangat. Mereka menyebutkan karya-karyanya dengan istilah “seni rupa kerakyatan”, seni yang egaliter, demokratis, humanis, antidiskriminasi, antigender, berkeadilan sosial, ekologis, liberasi dalam berpikir dan bertindak, serta terbuka bagi pengetahuan lokal. “Rakyat” yang berarti masyarakat kelas bawah yang tertindas perlu informasi dan penyadaran. Di mana galeri tidak selalu bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat bawah yang disebut rakyat.
Pesan-pesan sosial yang ditujukan kepada masyarakat secara sadar dilandasi oleh keinginan untuk membangun kesadaran kritis masyarakat terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di sekitar mereka. Media ruang publik dianggap cukup efisien dalam menyampaikan pesan-pesan mereka pada masyarakat luas, selain cara praksis.
Bagaimana seni rupa di
bangun di (Ruang Publik )
Seni publik pada dasarnya (dan idealnya) adalah seni
yang digubah/diproduksi oleh seniman (bersama komunitas pendukung, komunitas
yang di/terbentuk di sekitarnya), untuk dan dimiliki oleh suatu komunitas atau
masyarakat. Karena itu, tak jarang karya seni publik merepresentasikan
”kepentingan” (kegelisahan, pikiran-pikiran, impian, harapan, dan sebagainya)
publik pendukungnya, dan memang demikianlah seharusnya.
Seni (di raung) publik bisa berupa mural, taman, karya
monumental, yang bersifat temporer atau permanen. Mengacu pada sejarah seni
rupa Barat, public art dikenal sejak 1960-an, khususnya di Amerika. Seniman
penggeraknya antara lain Roy Lichtenstein, Claes Oldenburg, Robert Morris,
Isamu Noguchi (salah satu karyanya yang popular: Horace E Dodge and Son
Memorial Fountain, 1978, berbahan baja dengan dasar batu granit, tinggi 7,32
meter, yang dipasang di Philip A Hart Plaza, Detroit), Niki de Saint Phalle,
Tony Smith, dan lain-lain. Intinya, public art diproduksi untuk dan dimiliki
oleh suatu komunitas atau warga masyarakat. Wataknya partisipatif dan
(produknya) interaktif (bisa disentuh, bahkan ada yang harus disentuh, menjadi
bagian integral dari ruang publik). Masyarakat sekitar dilibatkan dalam proses,
diajak bicara, diajak terlibat atau mengerjakan, minimal dijadikan dasar
pertimbangan mengapa sebuah karya dianggap penting berada di suatu tempat
tertentu.
.
Sesungguhnya tidak mudah memasang (apalagi secara
permanen) karya seni di ruang publik (di kota/negara mana pun). Juga tidak bisa
begitu saja menyodorkan karya seni (seni rupa, seni tampilan/performance art)
untuk nangkring dan hadir di ruang publik secara sewenang-wenang. Peristiwa legendaris
yang dilakukan oleh seniman Javacheff Christo, dengan karya environmental
sculptor, ketika membungkus gedung parlemen Berlin, ”Wrapped Reichstag”
(1971-1995) dapat dijadikan model ideal. Proses negosiasi dengan Pemerintah
Jerman berlangsung selama 24 tahun, yang diakhiri dengan proses dan keputusan
politik; pada 25 Februari 1994, di parlemen dilangsungkan debat tentang proyek
tersebut lebih dari satu jam, disusul dengan voting. Dari anggota parlemen
sekitar 525 orang, proyek ”Wrapped Reichstag” disetujui oleh 292 anggota, 223
anggota menolak, 9 anggota abstain, dan 1 suara tidak sah. Proyek yang
menghabiskan material kain 100.000 meter persegi, rangka struktur baja ribuan
meter, melibatkan 90 pemanjat profesional, 120 pekerja instalasi, selesai pada Juni
1995. Proyek ini sungguh tak terlupakan sepanjang sejarah, meski bersifat
temporer.
Kita bisa menemukan sedikit contoh lain. Di pusat kota
Berlin, atau Kyoto misalnya, di tengah hamparan bangunan heritage, hampir tidak
ada karya seni kontemporer (apalagi baliho/iklan yang rakus) yang ”mencuri”
atau ”merusak” atmosfer lingkungan. Baru kemudian di kawasan elite baru dan
modern, seperti Postdamrplast (Berlin), bisa ditemukan beberapa karya seni
patung kontemporer, antara lain karya Keith Harring yang mencolok: berbahan
gelas, dengan bentuk seperti balon warna-warni. Juga terdapat stage di taman
yang strategis, yang bisa digunakan oleh para seniman pertunjukan (pantomim,
tari, musik, baca puisi, dan lain-lain).
Contoh lain, di beberapa sudut kota Jedah, termasuk
pinggiran pantai Laut Merah, berderet patung-patung publik dengan ukuran
gigantic menghiasi panorama kota dan pantai yang tenang dan indah. Kemudian di
kota Chancun, bagian utara kota Beijing, China, disediakan lahan amat luas,
untuk dijadikan taman patung. Pemerintah China membuat acara tahunan di kota
itu, dengan cara menghadirkan para pematung dari berbagai negara untuk berkarya
secara permanen, dengan bentuk, material, bahkan ukuran dibebaskan.
Bagaimana dengan di Indonesia? Sejumlah kasus penolakan
(oleh aparatus pemerintah), pembongkaran, dan pemindahan karya seni rupa di
ruang publik pada peristiwa Biennale Jogja X seperti contoh diatas menunjukkan
adanya selip komunikasi dan pengertian di antara para pihak. Komunikasi,
negosiasi, dan partisipasi merupakan kata kunci agar tidak terjadi (dan
terulang) peristiwa sewenang-wenang (oleh seniman maupun birokrat) semacam itu.
Proyek ”muralisasi” oleh Apotik Komik dan taring padi yang melibatkan masyarakat
setempat, kemudian proyek serupa oleh Samuel Indratma misalnya, dapat disebut
sebagai contoh bagaimana modus operandi seni publik. Ruang publik semestinya
tidak ”diakuisisi” secara sewenang-wenang oleh sang seniman, namun sekadar
dijadikan ruang berekspresi, yang prosesnya melibatkan warga sebagai pengguna.
Seni di ruang publik, seperti sudah disebut di atas, bisa dalam bentuk apa
saja: bisa berupa karya-karya seni rupa, bahkan berupa seni (rupa) pertunjukan
(performance art), seni peristiwa (happening art), seni lingkungan (environment
art), dan lain-lain
Kita bayangkan seandainya terjadinya
sinergi antara seniman, arsitek, dan dengan birokrat kota untuk menciptakan
”tata kota” yang ”sarat seni dan manusiawi”. Ketiganya juga bisa menjadi
inspirator dan motivator pembangunan kota yang lebih berbudaya, dengan cara
memikirkan bagaimana membuat setiap kota memiliki karakter serta cultural
landmark. Dengan sinergi dan komunikasi yang intensif di antara mereka, maka
setiap peristiwa budaya, seperti berbagai festival, pameran seni rupa dan
sebagainya menjadi peristiwa budaya milik bersama, dan menjadi kebanggaan
bersama.
Yang dibutuhkan dari birokrat hanyalah
sikap tanggap, cerdas, dan cepat merespons, kemudian memfasilitasi, dan tak
perlu ribet sendiri. Sinergi itulah yang hingga hari ini belum terjadi dengan mesra,
indah, cerdas, dan produktif.
Seniman, arsitek, dan birokrat, secara
umum, masih berada dalam ”ruang” masing-masing dan bersifat elitis. Sangat
dibutuhkan kesadaran untuk ”sinergi, siasat, kecerdasan, dan kreativitas” untuk
mengelola sebuah kota. Sebelum sebuah kota telanjur menjadi semakin sumpek,
ganas, beringas, dan kehilangan atmosfer kemanusiaannya, para arsitek dan
seniman bersama ”masyarakat” harus bersatu. Pemerintah harus banyak mendengar
dan mengajak semua pihak untuk mewujudkan kota yang ”nyeni, berbudaya, dan
manusiawi”.
Semoga kita bisa belajar dari sejarah,
pengalaman di Negara tetangga dan banyak hal bahwa seni rupa dan ruang public
merupakan sebuah kebutuhan yang ideal, sebagai sebuah cita cita bersama,
bagaimana seni rupa sebagai media komunikasi yang harusnya mampu untuk
berkomunikasi dan menjadi sebuah kesadaran bersama yang menjadi kebutuhan pada
public yang lebih luas
(Sebuah catatan singkat pembacaan seni rupa di Malang )
Oleh: K. Yulistio. W
& Akbar Yumni*
Sebagai sebuah catatan, jika kita
sidikit menilik dari sejarah , Malang
sebenarnya juga memiliki sejarah seni rupa yang cukup panjang, jejak sejarah
lahirnya seni rupa modern di malang
juga dapat kita lihat pada kemunculan sanggar – sanggar di tahun 50 an yang mengusung gaya – gaya
seni rupa dengan corak pemandangan alam yang kita kenal dengan sebutan mooi
indie. Pada kisaran tahun tersebut mulai bermunculan sanggar- sanggar seni rupa
di kota ini.
Berdirinya jurusan seni rupa di IKIP Malang yang sekarang berganti nama menjadi
Universitas Negeri Malang di tahun 1968 juga memberikan warna dan perkembangan
yang cukup signifikan terhadap perkembangan seni rupa di Malang.
Dalam perkembangannya di tahun 2000an
di Malang berkembang pula kelompok – kelompok seni rupa di kalangan akademisi, disini
dapat kita pilah menjadi 2 kategorisasi akademisi seni rupa dan non akademisi
seni rupa ,yang juga banyak terdapat kelompok – kelompok seni rupa di dalam dan
di luar kegiatan di kampus. Di kalangan latar belakang akademisi seni rupa
muncul kelompok Kentjing Andjing, Portal dan di kalangan non akademisi muncul
kelompok Komunitas seni Asma, Kelompok studi seni rupa Lentera, sanggar Blitz,
dan masih banyak yang lainya. Dari kelompok – kelompok ini pun lahir berbagai
pemikiran – pemikiran baru di duniua seni rupa di malang kita contohkan saja
seperti sebuah acara yang di gelar teman- teman dari Lentera yang berinisiatif
membangun lokal jaringan dan pemikiran dengan mengumpulkan elemen seni rupa di
Malang dalam sebuah dialog dan forum adalah sebuah langkah yang cukup bagus
untuk mencoba menerobos kebuntuan- kebuntuan yang terjadi dalam wacana dan
gerak seni rupa di Malang. Mereka juga beberapa kali mengadakan dialog dan
forum dari luar kota
Malang dan
membentuk sebuah jaringan komunikasi diantara perupa- perupa yang terlibat di
dalamnya
Muncul pula beberapa Galeri yang di
kelola secara profesional yang cukup bisa memberikan angin segar dalam hal isu
dan wacana bagi perkembangan kota Malang dalam seni rupa, semisal, berdirinya
Puri art gallery yang banyak menyelenggarakan event – event dan bekerja sama
dengan galeri di luar Malang yang justru saya liat sebagai sebuah upaya
dialektis untuk memasukkan wacana dan isu –isu seni rupa di luar kota Malang
dan mencoba membuat gesekan – gesekan wacana di kota ini, muncul pula Semar art
gallery yang banyak mengusung karya – karya seni lukis Tionghoa, Pondok Seni Batu, Hamursava sebagai sebuah
ruang pamer, dan ruang pamer perpustakaan kota Malang yang beberapa kali
menggelar acara seni rupa baik bertajuk pameran maupun diskusi.
Sedangkan di kalangan mudanya juga
muncul beberapa forum dan ruang – ruang alternatif yang selalu aktif dalam
gesekan wacana dan proses berkesenian seperti BKJT ( Belok Kiri Jalan Terus),
Insomnium dan Rumah Sakit Seni. Seperti halnya Insomnium dan Rumah Sakit Seni
selain sebagai sebuah komunitas yang bergerak dalam kajian – kajian dan riset
visual art juga banyak melakukan
kegiatannya yang berorientasi dengan lingkungan masyarakat sekitar serta
memiliki ruang pamer yang kondusif dan mengkhususkan dirinya pada perkembangan
seni rupa alternatif di Malang.
Dari sekian fenomena seni rupa yang
telah teridentifikasi baik secara komunikasi dan jaringan, tanpa menutup Malang juga masih banyak
pelaku seni rupa di wilayah pedesaan yang mengorientasikan seni bagi dirinya
secara militan sebagai tradisi dan keyakinan yang belum mampu di komunikasikan
dan di dokumentasikan. Untuk yang satu ini juga merupakan entitas penting untuk
dikenali sebagai refrensi dan mengenali representasi kebudayaan, khususnya di
seni rupa yang ada di Malang .
Mengenali fenomena dan kondisi seni
rupa di Malang
bisa diidentifikasi melalui semangat yang eksis dari para pelaku seni rupa di Malang itu sendiri. Hal
ini sangat terkait dengan adanya beberapa pelaku seni rupa yang sengaja
mengorientasikan dirinya secara berbeda-beda, baik itu yang bergantung pada
konsep galeri maupun pada pelaku seni rupa yang memiliki idealisme murni pada
karya dan publik. Perbedaan semangat ini pada dasarnya bukanlah dua kutub yang
oposisi biner, karena permasalahan orientasi karya bisa menjadi hak otonom
individu perupa dalam memaknai karyanya sendiri. Kecendrungan factor psikologis
pada pelaku perupa, serta kurangnya jalur komunikasi, serta ruang bersamalah
yang kemudiaan menyebabkan dikotomi antara perupa yang menggantungkan hidupnya
di galeri dengan non galeri, walaupun perdebatan mengenai idealisme diantara
masing-masing mereka, khususnya mengenai estetika justru menarik untuk
membangun ruang dialektika bersama.
Keberadaan Dewan Kesenian Malang
(DKM), sebagai sebuah bentuk infrastur kesenian yang di fasilitasi oleh Negara,
adalah ruang public yang seharusnya mampu mengakumulasi dan menyokong kehidupan
seni rupa yang ada di Malang. Semangat DKM yang memang banyak di sokong oleh
pemerintahan daerah, menyebabkan perilaku yang pararel yakni praktek dan
managerial yang dilakukan DKM terkesan birokratis dan formal. Kesenian yang
bergantung pada Negara tentu bisa menjadi hal yang naïf, begitu pula halnya
seni yang bergantung pada pasar juga bisa kontraproduktif. Beberapa ruang-ruang
kebudayaan independent di Malang telah mampu menghidupi dirinya sendiri,
walaupun masih harus mengakali sarana dan prasarana yang ada, namun masih lemah
dalam berkomunikasi dan berjaringan diantara ruang-ruang budaya dalam kota . Sehingga kebutuhan
produktif yang harus dibangun adalah adanya sebuah ruang bersama yang membuka
ruang partisipasi dan dialektika antara perupa-perupa yang di Malang , beserta public masyarakatnya. Dari
sinilah pemaknaan seni rupa sebagai bagian dari kebudayaan telah menjadi
masyarakat. Beberapa semangat jalanan bagi para perupa di Malang , belum memiliki forum bersama lintas
galeri dan lintas non galeri untuk menjadikan seni rupa sebagai media
partisipasi membangun masyarakat.
Kebutuhan mendasar lainnnya dalam
fenomena seni rupa di Malang
adalah kurangnya Penulis dan Kurator serta pembacaan peristiwa kesenian di kota Malang . Karena mau tidak mau, diluar konsep
kurator sebagai marketing dalam konsepsi seni rupa galeri, kebutuhan kurator
dan penulis juga dibutuhkan untuk pemicu wacana, serta mendorong semangat
kearah perspektif seni rupa yang lebih global lagi. Semangat kurator sebagai
pengamat merupakan sisi refleksi dunia wacana seni yang akan berdialektika
dengan semangat perupa sebagai pelaku dalam aktualitas seni. Beberapa semangat
kuratorial di Malang
seprti di Rumah Sakit Seni, malah telah melakukan kurasi bersama diantara para
perupa, pengunjung, masyarakat, akademisi, serta beberapa pelaku seni dari
berbagai bidang. Semangat inilah yang kemudian dapat memberikan wawasan dan
perspektif baru mengani seni rupa, tanpa dipandu secara monolog dalam konsepsi
kurator galeri.
Yang tidak kalah pentingnya adalah
permasalahan minimnya dokumentasi dan media penerbitan yang menyokong
komunikasi, publikasi dan jaringan juga menimbulkan anggapan bahwa tidak pernah
adanya peristiwa kesenian di kota
ini yang terdengar dan sampai di kota
– kota lain di
Indonesia. Jarang sekali peristiwa kesenian (seni rupa) di Malang yang terekspose bahkan menjadi
perbincangan di kota
lain. Hal ini menjadi sebuah hal yang sangat penting dan bagaimana kita membaca
sebuah peta perkembangan kesenian pada sebuah kota .
Berbagai benang kusut fenomena seni
rupa diatas, salah satu ruang buda yang ada Malang yakni Rumah Sakit Seni
merupakan salah satu ruang independent yang berusaha membangun bargaining
wacana dan praktek seni rupa di Malang, melakukan beberapa pembukaan ruang
public sebagai strategi kebudayaan dalam kesadaran masyarakat. Beberapa
kegiatan yang telah dilakukan selain pameran, mural dengan melibatkan
partisipasi dan berintegrasi dengan ruang public, serta beberapa forum kajian
semiotic untuk mengenali dan merefleksikan karya dan produk-produk kebudayaan
yang berlaku di masyarakat.
·
K.Yulistio.W Perupa
dan manager operasional Rumah Sakit Seni Art Space. Malang
·
AKbar Yumni, Partisipan Rumah Sakit Seni Malang .
![]() |
Jangan terlalu keras bersuara 2004 |
![]() |
Jangan terlalu keras bersuara 2004 |
![]() |
Idiologi Rebel on Tantra Neon Box - 2011 |
![]() |
Idiologi Rebel on Tantra Neon Box - 2011 |
![]() |
Idiologi Rebel on Tantra Neon Box - 2011 |
![]() |
Idiologi Rebel on Tantra Neon Box - 2011 [Detail] |
Love Sick Rebel [Instalasi, 2006] |
Love Sick Rebel [Instalasi, 2006] |
![]() |
Episode Maya dalam Zaman Batu Rancangan Instalasi untuk Festifal Seni Surabaya 2012 |
Senin, 07 Januari 2013
Tulisan untuk pameran lentera
2010
Semacam pengantar kawan2
berpameran…..
Hmm…. Selamat berpameran ya buat kawan2 seni rupa
LENTERA, karena pameran adalah perayaan besar buah dari proses berkesenian yang
kawan2 lakukan, Perjalanan 9 tahun kelompok seni rupa LENTERA bukanlah satu hal yang singkat akan tetapi
sebuah proses yang cukup panjang dan tentunya setiap step by step proses yang
di lakukan akan banyak melahirkan hal2 baru, baik berupa karya, wacana maupun
dialektika2 baru dan semoga stiap proses yang di lakukan adalah tetap dalam
semangat belajar dan belajar karena hal itulah yang akan merubah proses kita
jauh lebih baik, ada satu pepatah,” jika kita sudah merasa matang maka kita
akan cepat busuk dan jika kita selalu merasa hijau kita akan mudah matang”
Satu hal yang saya kenal dari LENTERA adalah kebersamaan
yang menyatukan keberagaman dengan semangat
LENG JI LENG BEH yang selalu
tertanam di hati dan
( semoga )masih tetap tertanam, karena dengan inilah kita
bisa maju bersama, semangat ini pula yang mendasari pameran kali ini yang
mungkin bisa di sebut pameran reuni ya… hmmm dari berbagai angkatan dari
beragam jaman dan beragam proses serta pengalaman dan semoga menjadi hidangan
yang bisa menyejukan, bisa membuat gelisah dan bisa menjadi pelajaran bersama
dan menjadi perbincangan bersama yang mengasikan…ok lah kalo begeto, selamat
berpameran tetap berproses…LENG JI LENG BEH..BERSAMA KITA BISAA!!!!! Memberi
cahaya pada setiap ruang…
Salam Budaya !!!
(pernah) di juluki Tiok
Nates*
*Seorang bapak rumah tangga
EPISODE 1
Ketika saraswati menari
Terhanyut dalam tarian sedih
Melihat anak-anaknya terdampar
Dalam gemilang modernitas yang gagap
Terlukis dalam kaca kaca penuh pesona
Tanpa tahu harus berbuat apa?
Tentang keindahan? (hidup)
Dalam gelombang mimpi-mimpi
Pada anak-anak generasi instant
Jakarta.dibawah kaca-kaca plaza indonesia
Januari 2005
Di dalam kaca-kaca
Aah… banyak sekali pertunjukan di dalamnya
Opera besar tentang pementasan hitam
Yang gelap gagap di tengah lampu-lampu bertebar
Tersesat tanpa jalan
Terjual dalam mimpi-mimpi
Mereka
Dia
Kamu
Dan aku
Jakarta 9 januari
Diantara bunga-bunga
Menabur aroma dan warna
Yang terselip pada bara
Menemukan dirinya
Kosong dan berdebu
Jakarta 10 januari
Ketika aku
diatas awanmu
Terbawa
angin dan terbang
Hanya
terlintas
Ingin
melihat dirimu
Dari atas,
dari awan-awan
Telah
berubahkah dirimu?
Atau
Masihkah
tetap dirimu yang dulu
Ketika melintas di langit surabaya,januari 2005
Melihat
citramu dari angkasa
Petak sawah
dan perkampungan
Sungai-sungai
dan percabangan
Bangau-bangau
yang turun menjemput diatas tanahmu
Lautan dan
bibir pantai
Melihat
citramu dari angkasa
Tentang
dewi swasembada
Tentang
indahnya negeri
Tentang
indahnya cerita
Tentang
alam yang kaya
Tanpa kita
sadar
Tentang
cerita
Pada masa
yang telah berubah
Dalam kabin pesawat,januari 2005
Fajar
merekah di atas jatiasih
Ketika
sanghyang kala
Meniupkan
hari
Menjalankan
waktunya
Ada yang
berubah
Dan tak
seperti kemaren
Bersama
orang-orang yang bergegas
Kebon
bengkel studio,bekasi.2005
Pada waktu
yang terdalam bersama cita
Bergulung
pada ombak berbentur dengan batu
Pada
karang-karang
Memecah dan
berdesir
Putaran
puting beliung
Membawaku
pada segenggam waktu
Yang telah
berlalu
Dan
terdalam bersama cita
Kebon bengkel studio.bekasi 2005
Semalam
saat waktuku terjaga
Aku
melihatmu
Berlari dan
menjauh
Sesaat aku
berteriak
Pada kala
Agar ia
menghentikan waktu
Agar kau
terhenti
Agar aku
dapat meraihmu
Untuk satu
saat
Di dalam
hitunganya
Kebon bengkel studio.bekasi 2005
Cintaku
bermain api
Api bermain
cinta
Api dan
cinta membakar diriku
Cinta dan
api ikut terbakar
Bersamaku
bermain cinta
Bercinta
pada api
Dan
membakar diriku
Cozy studio work.bumi asri 2005
Setapak
demi setapak aku terseret
Pada hulu
maut
Dalam
rajah-rajah pada dinding berbatu
Yang telah
tertulis
Tentang
takdir
Tentang
maut
Tentang
nasib
Dan
peruntungan
Untuk
apakah kita menangis?
Dan untuk
apa
Kita
tertawa?
Desember 2004
Pada pagimu
aku begerak
Mengoyak
kabut-kabut putih
Menerobos
kumpulan udara-udara dinginmu
Dalam sepi
ketika tubuhku terbawa
Menuruti
arus hati
Bergejolak
mencari
Pada api
aku berlindung
Setiap
gerak pada setiap nyala
Berkata
pada bait – bait syair yang kau dengungkan
Aku
melihatmu sebagai ada
Dalam
sebuah nilai yang tak tersentuh olehku
Tak pernah
aku dapat meraihnya
Pada malamu
ketakutanku
Untuk
setiap tangis, untuk setiap doa
Berharap
untuk kehidupan
Terselimuti
gelisah
Tentang
Esok
Tentang
Lusa
Dan sisa
kemarin
Yang masih
melekat
Malam
beranjak pagi. Malang oktober 2005
Ingin ku
mendengar ceritamu
Diluar,
tentang hiruk pikuknya dunia
Hai
kehidupan..
Malang okt
2005
Cerita tentang pagi
Menari
diatas fajarmu
Menabur
mimpi di awal hari
Berharap
berbenih,tumbuh dan berbuah
Merekah
diatas jalan jalan berbatu
Berjalan
dan bermimpi lagi
Berharap
diatas harapan
Langkahi
hari untuk mengerti
Plank plunk kafe. Sept 2005
Apiku
menyala di dada kiri
Bintang
bersinar dan berpendar
Kurasakan
bara dalam hati
Tertawa,
sakit, dan menangis
Laksana
terbang dalam hidupku
Tanah-tanah
retak bergolak
Menenggelamkanku
Bersama
waktu
Dan
terbakarnya dada kiri
Plank plunk kafe.sept 2005
Malam,
ketika aku berfikir tentang waktu
Tentang
kejujuran yang beranjak pergi
Menyisir
anak-anak sungai
Aku melihat
anthurium itu memerah
Ketika kau
memberikanya untukku
Angin
berdesir memecah bola-bola mimpi
Dan
menyudutkan diriku ke tepi
Ketika ku
rangkai dengan bait kata,cinta dan waktu
Aku yang
terdiam saat kau datang
Terpojok
menepi, menepati janji
Pada malam
berfikir tentang waktu
Sms untukmu, pada catatan tanggal di bukumu,des 04
Aku ingin
melihatmu jujur
Pada senyum
di bibir
kawan
Malang
2005
Matahati
yang tak pernah bisa melihat kembali
Bersama
mengalirnya darahmu di nadiku
Surabaya.2005
Berbicara
pada tanah
Dimana kau
di lahirkan
Berkawan
dengan darah
Dimana kau
di persatukan
Aku
memberimu waktu
Ketika kau
harus berjalan
Aku
memberimu api
Ketika kau
butuh penerang
Dan aku
memberimu nurani
Ketika kau
harus merasakan
Dan kaupun
tahu
Kemana kau
harus melangkah
Berfikirlah
!
Merenunglah!
Dan kau pun
tahu
apa yang
harus kamu lakukan
kawan.
Malang 2005
Aku masih
menunggumu
Dalam
lingkaran waktu
Kawan.
Karena
mimpimu
Adalah juga
mimpi diriku
Aku juga
percaya
Bahwa
lingkaran itu
Akan
berakhir
Pada satu
titik Pertemuan
Karena aku
masih menunggumu
Dalam
lingkaran
Kawan
Bumi asri, kamarku 2005
Yah….
Kadangkala dari kita
Harus
terbiasa
Menghadapi
hal-hal yang biasa
Karena
semua
Akan
menjadi biasa saja
Bumi asri,kamarku 2005
Cahayaku
tidak pernah ragu
Tuk lari
dari matahari
Seperti
angan dan mimpiku
Untuk
menjelajah duniamu
Aku akan
melindungi mimpi
Dimana
waktu tak bisa menyentuhnya
Tak juga
kubiarkan ia (waktu)
Mengambilnya
(dariku)
Aku takkan
meraih mimpi itu
Hanya
membawanya pergi saja
Dan
membuatnya
Bersatu
dengan diriku
Jogjakarta.2005
Senandung pada hari tanpa merindu
Dalam ruang ketika kau terbaca
Pada bait – bait mantra
Tentang mimpi – mimpi yang terbelah
Aku menyentuhmu pada kata
Menusuk dirimu dengan hati dalam rasa
Membangun ruang pada bunga – bunga
Pada putih….
Pada hitam
Juga pada abu – abu mu…
Senandung pada hari tanpa merindu
Terdiam tak terasa membisu
Satu jam telah berlalu…
Malang
2005
Langganan:
Postingan (Atom)