Senin, 07 Januari 2013

Motion Dasar Pemikiran


 Tulisan untuk PAMERAN SENI RUPA “MOTION”  Kelompok LENTERA and Friends 2011
Dasar pemikiran :

Manusia dan pergerakan kebudayaan
Semenjak awal dunia telah melakukan penelusuran hakikat asal usul dari manusia. Seperti mengungkap kotak hitam misteri yang tak pernah ditemukan kunci pembukanya, pemecahan seluk beluk sejarah manusia telah menyita waktu dan pemikiran yang menimbulkan penafsiran bermacam-macam. Masing-masing pemikir atau asumsi umum silih berganti mengajak masyarakat menjadi penganut perspektif tersebut. Diantaranya adalah tiga asumsi besar yang hadir pada masyarakat sebelum jaman pencerahan. Pertama, ada yang berpendapat bahwa pada dasarnya makhluk manusia memang diciptakan beraneka macam atau poligenesis; dan menganggap bahwa orang-orang di Eropa yang berkulit putih merupakan makhluk manusia yang paling baik dan kuat. Oleh karena itu, kebudayaan yang dimilikinya juga paling sempurna dan paling tinggi. Cara berpikir yang kedua adalah yang meyakini bahwa sebenarnya makhluk manusia itu hanya pernah diciptakan sekali saja atau monogenesis; yaitu dari satu makhluk induk dan bahwa semua makhluk manusia di dunia ini merupakan keturunan Adam. Sebagian dari mereka yang punya pandangan ini berpendapat bahwa keanekaragaman makhluk manusia dan kebudayaannya, dari tinggi sampai rendah; sebagai akibat proses kemunduran yang disebabkan oleh dosa abadi yang pernah dilakukan oleh Nabi Adam. Sebaliknya, sebagian lain berpendapat bahwa sebenarnya makhluk manusia dan kebudayaan tidak mengalami proses degenerasi. Akan tetapi apabila pada masa kini terdapat perbedaan, lebih disebabkan oleh tingkat kemajuan mereka yang berbeda.
Kebangkitan kembali terhadap studi kesusastraan dan ilmu pengetahuan Yunani dan Rumawi Klasik yang terjadi pada abad XVI di Eropa atau yang dikenal dengan Renaissance; menimbulkan rasionalisme yang pada akhirnya menyebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Eropa. Pada masa itu, yaitu sampai abad XVIII, Eropa mengalami zaman Aufklarung atau ‘Pencerahan Pencerahan’.Berbagai bidang kajian banyak dilakukan, termasuk upaya untuk meneliti tentang keanekaragaman makhluk manusia dan kebudayaannya di berbagai tempat di muka bumi. Beranekamacam kajian anatomi komparatif yang dilakukan, lebih ditekankan atas dasar keanekaragaman ciri-ciri fisik manusia. Selain itu, ada sebagai para ahli filsafat sosial di masa Aufklarung, mulai mengkaji berbagai bentuk-bentuk masyarakat dan tingkah laku makhluk manusia. Berbagai gejala dan tingkah laku manusia, dicoba untuk dipahami dengan mendasarkan pada kaidah-kaidah alam. Untuk itu metodologi ilmu eksaksta, khususnya biologi, kerapkali dicoba untuk diterapkan untuk mengkaji perilaku manusia. Kesemuanya itu tidak terlepas dari kekaguman mereka terhadap kemajuan ilmu alam dan ilmu pasti yang terjadi pada zaman itu. Beraneka ragam gejala perilaku makhluk manusia dalam kehidupan bermasyarakat, dianalisis secara induktif dengan mencari unsur-unsur persamaan yang ada; kemudian diupayakan dirumuskannya sebagai kaidah-kaidah sosial. Cara berpikir rasional yang akhirnya berkembang menjadi aliran positivisme sangat mewarnai para cendekiawan pada zaman Aufklarung. Mereka percaya bahwa berbagai kaidah tersebut akan dapat dipergunakan untuk mengatur dan merubah suatu masyarakat. Agaknya, pola pikir para cendekiawan masa Aufklarung yang memandang masyarakat dan kebudayaan sebagai suatu kesatuan, Atas dasar itu, melatar belakangi sebuah konsep pemikirannya bahwa pada dasarnya kebudayaan umat manusia adalah berkembang melalui suatu tingkat-tingkat evolusi tertentu.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
 Sejak pertama kalinya, makhluk yang bercirikan manusia muncul di muka bumi sekitar satu juta tahun yang lalu, yaitu dengan ditemukannya fosil dari makhluk Pithecanthropus Erectus, sampai dengan sekarang ini, telah terjadi berbagai perubahan kebudayaan yang dimilikinya; sementara itu proses evolusi organik makhluk manusia tidak secepat perkembangan kebudayaannya. Oleh karenanya kebudayaan menunjukkan satu sifat khasnya yakni superorganik. Apabila proses evolusi kebudayaan dibandingkan dengan proses evolusi fisik dari makhluk manusia, sampai pada suatu kurun waktu tertentu masih berjalan sejajar. Akan tetapi pada suatu tahap perkembangan tertentu, diduga proses perubahan kebudayaan berjalan amat cepat sekali seolah olah meninggalkan proses evolusi organiknya. Selain disebabkan oleh mekanisme lain seperti munculnya penemuan baru atau invention, difusi dan akulturasi; perubahan suatu lingkungan akan dapat pula mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan.
Selama perjalanan waktu yang lama, dengan akal yang dimilikinya, makhluk manusia semakin memiliki kemampuan menyempurnakan kebudayaan yang dimilikinya. Setiap kali mereka berupaya menyempurnakan dirinya, maka akan menyebabkan perubahan kebudayaannya. Suatu perubahan kebudayaan dapat berasal dari luar lingkungan pendukung kebudayaan tersebut. Gerak kebudayaan yang telah menimbulkan perubahan dan perkembangan, akhirnya juga menyebabkan terjadinya pertumbuhan; sementara itu tidak tertutup kemungkinan hilangnya unsur-unsur kebudayaan lama sebagai akibat ditemukannya unsur-unsur kebudayaan baru. Dalam rangka studi akulturasi, para ahli antropologi telah lama mencoba untuk memahami terjadinya perbedaan derajat perubahan perkembangan suatu kebudayaan. Sementara itu dalam sejarah perkembangan kebudayaan umat manusia, Childe (1998) berpendapat bahwa ada tiga jenis revolusi terpenting dalam sejarah perkembangan kebudayaan makhluk manusia. Perubahan kebudayaan yang demikian pesat atau lebih dikenal dengan Revolusi Kebudayaan Pertama, terjadi tatkala makhluk manusia yang termasuk Homo Sapiens pada sekitar 80.000 tahun yang lalu, mereka masih hidup dari berburu dan meramu. Kepandaian bercocok tanam baru muncul sekitar sepuluh ribu tahun yang lalu di sekitar daerah pertemuan Sungau Tigris dan Eufrat atau di Lembah Mesopotamia. Setelah ia mengenal sistem pemukiman kota, artinya ia mulai juga bertempat tinggal di kota-kota pada enam ribu tahun yang lalu di Pulau Kreta Yunani, terjadilah suatu Revolusi Kebudayaan kedua; dan setelah itu perkembangan kebudayaan manusia semakin pesat. Akhirnya pada abad XVII di Inggris, terjadi Revolusi Industri, dan oleh Gordon Childe dianggap sebagai Revolusi Kebudayaan ketiga. Setelah Revolusi Industri, makhluk manusia mengenal teknik memproduksi barang secara massal karena tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin-mesin yang ditemukan. Sejak itulah, kebudayaan umat manusia semakin tumbuh dengan pesat seolah-olah melepaskan dirinya dari proses evolusi organik atau evolusi biologis makhluk manusia.
Hari ini Manusia dan kebudayaanya dalam perspektif dunia kontemporer sudah demikian pesat pergerakan dan dinamikanya dalam kehidupan social yang terjadi, kita seperti masuk dalam arus putaran air yang saling bergesek, bergerak , berirama dalam arus arus modernitas dan globalisasi, asumsi ini mendasari sebuah pemikiran bahwa setiap individu sebagai sebuah bulir – bulir penggerak kebudayaan sebuah masyarakat tentunya kita memiliki rekaman – rekaman histories , optik maupun gagasan bagaimana dan seperti apa kebudayaan  itu bergerak seiring pergerakan manusia dan jaman yang berubah, dari perspektif dan tafsir individu ini pulalah kita bisa merekam gejala – gejala perubahan dan melahirkan pemikiran ,interaksi serta diskursus baru dalam keanekaragaman wacana dan kebudayaan manusia…” selamat berfikir dan bekerja !!!!

0 komentar:

Posting Komentar