Minggu, 13 Januari 2013

Menilik dari Sejarah dan Membaca Perkembangan Seni Rupa


(Sebuah catatan singkat pembacaan seni rupa di Malang)
Oleh: K. Yulistio. W & Akbar Yumni*

Sebagai sebuah catatan, jika kita sidikit menilik dari sejarah , Malang sebenarnya juga memiliki sejarah seni rupa yang cukup panjang, jejak sejarah lahirnya seni rupa modern di malang juga dapat kita lihat pada kemunculan sanggar – sanggar di  tahun 50 an yang mengusung gayagaya seni rupa dengan corak pemandangan alam yang kita kenal dengan sebutan mooi indie. Pada kisaran tahun tersebut mulai bermunculan sanggar- sanggar seni rupa di kota ini. Berdirinya jurusan seni rupa di IKIP Malang yang sekarang berganti nama menjadi Universitas Negeri Malang di tahun 1968 juga memberikan warna dan perkembangan yang cukup signifikan terhadap perkembangan seni rupa di Malang.
Dalam perkembangannya di tahun 2000an di Malang berkembang pula kelompok – kelompok seni rupa di kalangan akademisi, disini dapat kita pilah menjadi 2 kategorisasi akademisi seni rupa dan non akademisi seni rupa ,yang juga banyak terdapat kelompok – kelompok seni rupa di dalam dan di luar kegiatan di kampus. Di kalangan latar belakang akademisi seni rupa muncul kelompok Kentjing Andjing, Portal dan di kalangan non akademisi muncul kelompok Komunitas seni Asma, Kelompok studi seni rupa Lentera, sanggar Blitz, dan masih banyak yang lainya. Dari kelompok – kelompok ini pun lahir berbagai pemikiran – pemikiran baru di duniua seni rupa di malang kita contohkan saja seperti sebuah acara yang di gelar teman- teman dari Lentera yang berinisiatif membangun lokal jaringan dan pemikiran dengan mengumpulkan elemen seni rupa di Malang dalam sebuah dialog dan forum adalah sebuah langkah yang cukup bagus untuk mencoba menerobos kebuntuan- kebuntuan yang terjadi dalam wacana dan gerak seni rupa di Malang. Mereka juga beberapa kali mengadakan dialog dan forum dari luar kota Malang dan membentuk sebuah jaringan komunikasi diantara perupa- perupa yang terlibat di dalamnya
Muncul pula beberapa Galeri yang di kelola secara profesional yang cukup bisa memberikan angin segar dalam hal isu dan wacana bagi perkembangan kota Malang dalam seni rupa, semisal, berdirinya Puri art gallery yang banyak menyelenggarakan event – event dan bekerja sama dengan galeri di luar Malang yang justru saya liat sebagai sebuah upaya dialektis untuk memasukkan wacana dan isu –isu seni rupa di luar kota Malang dan mencoba membuat gesekan – gesekan wacana di kota ini, muncul pula Semar art gallery yang banyak mengusung karya – karya seni lukis Tionghoa,  Pondok Seni Batu, Hamursava sebagai sebuah ruang pamer, dan ruang pamer perpustakaan kota Malang yang beberapa kali menggelar acara seni rupa baik bertajuk pameran maupun diskusi.
Sedangkan di kalangan mudanya juga muncul beberapa forum dan ruang – ruang alternatif yang selalu aktif dalam gesekan wacana dan proses berkesenian seperti BKJT ( Belok Kiri Jalan Terus), Insomnium dan Rumah Sakit Seni. Seperti halnya Insomnium dan Rumah Sakit Seni selain sebagai sebuah komunitas yang bergerak dalam kajian – kajian dan riset visual art  juga banyak melakukan kegiatannya yang berorientasi dengan lingkungan masyarakat sekitar serta memiliki ruang pamer yang kondusif dan mengkhususkan dirinya pada perkembangan seni rupa alternatif di Malang.
Dari sekian fenomena seni rupa yang telah teridentifikasi baik secara komunikasi dan jaringan, tanpa menutup Malang juga masih banyak pelaku seni rupa di wilayah pedesaan yang mengorientasikan seni bagi dirinya secara militan sebagai tradisi dan keyakinan yang belum mampu di komunikasikan dan di dokumentasikan. Untuk yang satu ini juga merupakan entitas penting untuk dikenali sebagai refrensi dan mengenali representasi kebudayaan, khususnya di seni rupa yang ada di Malang.
Mengenali fenomena dan kondisi seni rupa di Malang bisa diidentifikasi melalui semangat yang eksis dari para pelaku seni rupa di Malang itu sendiri. Hal ini sangat terkait dengan adanya beberapa pelaku seni rupa yang sengaja mengorientasikan dirinya secara berbeda-beda, baik itu yang bergantung pada konsep galeri maupun pada pelaku seni rupa yang memiliki idealisme murni pada karya dan publik. Perbedaan semangat ini pada dasarnya bukanlah dua kutub yang oposisi biner, karena permasalahan orientasi karya bisa menjadi hak otonom individu perupa dalam memaknai karyanya sendiri. Kecendrungan factor psikologis pada pelaku perupa, serta kurangnya jalur komunikasi, serta ruang bersamalah yang kemudiaan menyebabkan dikotomi antara perupa yang menggantungkan hidupnya di galeri dengan non galeri, walaupun perdebatan mengenai idealisme diantara masing-masing mereka, khususnya mengenai estetika justru menarik untuk membangun ruang dialektika bersama.
Keberadaan Dewan Kesenian Malang (DKM), sebagai sebuah bentuk infrastur kesenian yang di fasilitasi oleh Negara, adalah ruang public yang seharusnya mampu mengakumulasi dan menyokong kehidupan seni rupa yang ada di Malang. Semangat DKM yang memang banyak di sokong oleh pemerintahan daerah, menyebabkan perilaku yang pararel yakni praktek dan managerial yang dilakukan DKM terkesan birokratis dan formal. Kesenian yang bergantung pada Negara tentu bisa menjadi hal yang naïf, begitu pula halnya seni yang bergantung pada pasar juga bisa kontraproduktif. Beberapa ruang-ruang kebudayaan independent di Malang telah mampu menghidupi dirinya sendiri, walaupun masih harus mengakali sarana dan prasarana yang ada, namun masih lemah dalam berkomunikasi dan berjaringan diantara ruang-ruang budaya dalam kota. Sehingga kebutuhan produktif yang harus dibangun adalah adanya sebuah ruang bersama yang membuka ruang partisipasi dan dialektika antara perupa-perupa yang di Malang, beserta public masyarakatnya. Dari sinilah pemaknaan seni rupa sebagai bagian dari kebudayaan telah menjadi masyarakat. Beberapa semangat jalanan bagi para perupa di Malang, belum memiliki forum bersama lintas galeri dan lintas non galeri untuk menjadikan seni rupa sebagai media partisipasi membangun masyarakat.
Kebutuhan mendasar lainnnya dalam fenomena seni rupa di Malang adalah kurangnya Penulis dan Kurator serta pembacaan peristiwa kesenian di kota Malang. Karena mau tidak mau, diluar konsep kurator sebagai marketing dalam konsepsi seni rupa galeri, kebutuhan kurator dan penulis juga dibutuhkan untuk pemicu wacana, serta mendorong semangat kearah perspektif seni rupa yang lebih global lagi. Semangat kurator sebagai pengamat merupakan sisi refleksi dunia wacana seni yang akan berdialektika dengan semangat perupa sebagai pelaku dalam aktualitas seni. Beberapa semangat kuratorial di Malang seprti di Rumah Sakit Seni, malah telah melakukan kurasi bersama diantara para perupa, pengunjung, masyarakat, akademisi, serta beberapa pelaku seni dari berbagai bidang. Semangat inilah yang kemudian dapat memberikan wawasan dan perspektif baru mengani seni rupa, tanpa dipandu secara monolog dalam konsepsi kurator galeri.
Yang tidak kalah pentingnya adalah permasalahan minimnya dokumentasi dan media penerbitan yang menyokong komunikasi, publikasi dan jaringan juga menimbulkan anggapan bahwa tidak pernah adanya peristiwa kesenian di kota ini yang terdengar dan sampai di kotakota lain di Indonesia. Jarang sekali peristiwa kesenian (seni rupa) di Malang yang terekspose bahkan menjadi perbincangan di kota lain. Hal ini menjadi sebuah hal yang sangat penting dan bagaimana kita membaca sebuah peta perkembangan kesenian pada sebuah kota.
Berbagai benang kusut fenomena seni rupa diatas, salah satu ruang buda yang ada Malang yakni Rumah Sakit Seni merupakan salah satu ruang independent yang berusaha membangun bargaining wacana dan praktek seni rupa di Malang, melakukan beberapa pembukaan ruang public sebagai strategi kebudayaan dalam kesadaran masyarakat. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan selain pameran, mural dengan melibatkan partisipasi dan berintegrasi dengan ruang public, serta beberapa forum kajian semiotic untuk mengenali dan merefleksikan karya dan produk-produk kebudayaan yang berlaku di masyarakat.

·         K.Yulistio.W  Perupa dan manager operasional Rumah Sakit Seni Art Space. Malang
·         AKbar Yumni, Partisipan Rumah Sakit Seni Malang.

0 komentar:

Posting Komentar