Sebuah Gerakan Seni Rupa Masyarakat Urban di Malang
Oleh
: K. Yulistio. W*
Yah…apa mau dikata, atas nama pembangunan dan waktu yang
bergerak, telah merubah sebagian wajah kota ini, pohon-pohon dan ruang terbuka
hijau yang sering aku temui 10 tahun yang lalu kini berubah menjadi lahan–lahan
komersil atas nama bisnis, dengan dibangunnya Ruko–ruko (Rumah dan Toko)
sebagai pusat perbelanjaan dan ekonomi serta berdatangannya para penghuni baru
kota ini seperti aku contohnya , kian merubah suasana kota yang semula
tenang dan hijau menjadi kota yang cukup sibuk dengan rutinitas dan lalu-lalang
kendaraan bermotor serta laju roda bisnis. Dengan berdatangnya banyak orang
yang menetap serta tinggal entah untuk kepentingan pendidikan ataupun bisnis
tentunya membawa perubahan yang cukup besar di kota ini, hadirnya masyarakat urban yang
sebagian besar adalah kaum muda cukup memberikan warna tersendiri,. Begitupun
juga dengan perkembangan atmosfir seni rupa di kota ini banyak hadirnya kelompok–kelompok
yang di ilhami dari kaum muda memberikan angin segar serta gejolak dan benturan
wacana seni rupa yang terjadi.
Lingkungan kampus yang
ikut menghidupi laju gerak seni rupa di Malang
Muncul dan berkembangnya sanggar Minat di kalangan
mahasiswa IKIP Malang yang sekarang
berganti nama menjadi Universitas Negeri Malang, saat itu memberikan perubahan
wacana seni rupa di Malang yang di dominasi oleh kaum tua tentunya, para kaum
muda ini giat melakukan kegiatan seni rupa baik di lingkungan kampusnya ataupun
diluar. Bahkan sampai saat ini sanggar Minat tersebut berkembang dan melakukan
serangkaian kaderisasi sebagai kelangsungan organisasinya. Di tahun 2001 muncul
kelompok studi seni rupa” Lentera” di lingkungan Universitas Muhammadiyah
Malang, kelompok ini beranggotakan mahasiswa dari berbagai daerah, mempunyai
visi dan misi mengembangkan seni rupa sebagai sebuah ruang dialektika dan
beberapa kali melakukan lawatan kegiatan baik berupa pameran maupun kunjungan
ke berbagai institusi seni rupa di Jogjakarta, serta pernah pameran “
Indonation “ di beberapa kota Spanyol
dengan Unit Seni Rupa UGM Jogjakarta. Selain melakukan kegiatan seni rupa di
luar Malang kelompok tersebut juga membagun
gerakan seni rupanya di kota Malang . Hal ini di tunjukan dengan
dirintisnya KRAM (Kesenirupaan Rakyat Malang) pada tahun 2002 yang merupakan
sebuah wadah komunikasi perupa seluruh malang pada saat itu, bersama dengan
kelompok–kelompok seni rupa yang lain di Malang. Kehadiran KRAM sempat membuat
heboh masyarakat seni rupa di Malang ,
mereka menggelar acara bertajuk” Malang KRAM Sehari”. Pada acara tersebut
melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk terlibat dalam event seni rupa
dengan menggelar workshop, diskusi, performance art, dan melukis bersama di
halaman parkir alun–alun kota Malang . Tak hanya itu kelompok ini juga ikut
merencanakan adanya dialog perupa yang melibatkan kelompok–kelompok perupa dari luar Malang dalam acara “ Ngopi Bareng Perupa “
Diluar dua komunitas besar tersebut muncul pula beberapa komunitas seni
visual di lingkungan universitas yang lainnya, seperti halnya RPS (Rumpun Seni
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi), Shilluet Art Community Sekolah Tinggi Ilmu
Bahasa Malang, SLF (Seni Lukis dan Fotografi Universitas Brawijaya) Sanggar
Asma Universitas Widyagama Malang, dan Komunitas Seni Universitas Merdeka
Malang, meskipun keberadaan mereka kurang begitu terdengar gaungnya akan tetapi
beberapa komunitas ini hidup di lingkungan kampusnya dan menggelar
beberapa kegiatan kesenirupaan di
tingkat local.
Kaum muda yang gelisah
bergeliat di luar keberadaan institusi kampus
Di ruang yang berbeda dari lingkungan kampus muncul pula
beberapa kelompok seni visual dari latar belakang media visual yang berbeda
pula seperti halnya muncul kelompok komik “ Badjak Laoet “ kelompok penggiat
video art seperti “ Puncak Kreatif “,dan kelompok “ Kamar Bedah “, kelompok Performance Art Malang, di wilayah
fotografi tercatat pula beberapa kelompok yang masih aktif antara lain Kelompok
“Sandal Jepit “yang berdiri pada kisaran tahun 2003 dan beberapa kali menggelar
pameran di berbagai galeri serta ruang apresiasi di Malang. Kemudian kelompok
KLJ Malang (Kamera Lubang Jarum) juga beberapa kali menggelar acara workshop
kamera lubang jarum serta pameran dan mereka juga melakukan pengenalan kamera
lubang jarum tersebut di Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Umum di kota Malang
serta mengajak peran aktif siswa dalam kegiatan Hunting maupun pameran yang
mereka gelar. Selain kelompok–kelompok diatas adapula kelompok “PORTAL” mereka
di lahirkan di lingkungan mahasiswa seni rupa Universitas Negeri Malang yang
mencoba membangun interaksinya diluar kampus di luar dari sistem yang terbangun
di dalam kampusnya.
Kemunculan ruang wacana
yang dialektis dan berkembangnya ruang alternativ
Di wilayah ruang wacana Berdiri kelompok BKJT (Belok
Kiri Jalan Terus) yang merupakan sebuah forum berkumpulnya beberapa kelompok
seni visual di Malang, mereka juga banyak memperbincangkan isu–isu tentang
ruang, identitas dan berbagai diskursus dalam medan visual lainya, beberapa
kali kelompok ini menggelar beberapa pameran yang antara lain bertajuk Naisance
I, Naisance II dan spasi, ruang [ber]uang, beberapa pameran tersebut melibatkan
partisipasi berbagai kelompok seni visual yang tumbuh di malang ,banyak pula isu-isu yang beredar dan
berkembang sebagai diskursus wacana di awali dari interaksi kelompok ini.
Pada perkembangan selanjutnya dengan masuknya berbagai wacana dari luar yang kemudian bergesekan serta
menjadi diskursus yang kemudian berkembang di Malang muncul pula beberapa ruang
alternative yang sekaligus menjadi ruang apresiasi dari beragam aktifitas seni
visual satu contoh adalah ketika di kota–kota lain yang menjadi mainstream seni
visual seperti, Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan Bali banyak memperbincangkan
keberadaan ruang alternative hal ini pun di respon cukup positif oleh beberapa
kawan-kawan seniman yang kebetulan tinggal di daerah Tlogomas – Sengkaling dengan mendirikan ruang
bernama Rumah Sakit Seni Art Space dan Insomnium Fotografi, kedua ruang ini
mempunyai kedekatan wilayah akan tetapi justru dari hal tersebut beberapa
diskursus dan dialektika yang berbeda dilahirkan dari gesekan keduanya,
meskipun pada awalnya beberapa dari anggota mereka berada pada lingkungan
berkumpul dan “memutar gelas” yang sama . Sementara itu Insomnium yang bergerak
di wilayah fotografi dan riset visual
banyak mengusung tema–tema yang cukup “fresh” seperti halnya, identitas, ruang
dan anak muda hal ini dapat dilihat dari beberapa kegiatan yang mereka lakukan
seperti workshop dan pameran fotogram “Fun In The Darkness“, pameran “No One
Knows What It’s Like To Be Me“ yang di selenggarakan di tiga ruang yang berbeda
yaitu di Kedai Kebun Jogjakarta, Insomnium Malang dan CCCL Surabaya.
Berbeda dengan Rumah Sakit Seni yang menggulirkan wacana
berkesenian dan bermasyarakat menggunakan “ruang” nya sebagai tempat apresiasi
kesenian dan kebudayaan yang melibatkan peran aktif masyarakat sekitar lokasi
untuk berkenalan dan berinteraksi dengan media–media seni sebagai sebuah ruang
gagasan dan apresiasi. Beberapa kali mereka menggelar proyek kesenian seperti
halnya “Jagalah Kesenian dan Kebersihan“ yang melibatkan beberapa kelompok
pemuda sekitar lokasi untuk melukis di berbagai tempat sampah yang terdapat di
daerah tersebut, kemudian beberapa workshop tentang video art, serta menjadi
fasilitator beberapa pameran dari kelompok baik itu yang berasal dari malang
maupun di luar malang. Lokasi Rumah Sakit Seni terletak di tengah–tengah
perumahan warga dalam hal ini juga
merupakan salah satu tujuan dari langkah gerak rumah sakit seni dalam membangun
wacana kesenian dan interaksinya dengan masyarakat. Termasuk bagaimana
meningkatkan respon masyarakat untuk terbiasa dengan kegiatan kesenian. Hampir
setiap kegiatan dari rumah sakit seni selalu melibatkan masyarakat sekitar dan
begitupun sebaliknya, warga masyarakat juga merespon dengan baik keberadaan
rumah sakit seni.
Dari sekian
fenomena seni rupa yang telah teridentifikasi baik secara komunikasi dan
jaringan, tanpa menutup Malang
juga masih banyak pelaku seni rupa di wilayah pedesaan yang mengorientasikan
seni bagi dirinya secara militan sebagai tradisi dan keyakinan yang belum mampu
di komunikasikan dan di dokumentasikan. Untuk yang satu ini juga merupakan
entitas penting untuk dikenali sebagai referensi dan mengenali representasi
kebudayaan, khususnya dalam kajian seni visual yang ada di Malang.
Malang dan Swiss Van Java,pohon besar di ruang hijau
terbuka, hawa sejuk, kabut menyelimuti jalan-jalan, taman bunga dan perkebunan
apel menyisahkan sebagian silam wajah kota ini dan apa mau dikata perubahan
sudah terjadi seiring bergeraknya jaman dan pergerakan manusia berpindah
mencari penghidupan baru mencari ruang-ruang baru, resah bergolak di tengah
terpaan laju peradaban, Muncul wajah baru kota bersama lahirnya kaum–kaum muda
yang merubah jaman,memberikan warna kehidupan meninggalkan sejumlah kisah lampau
di jaman yang telah lalu. Sekedar sebuah narasi singkat tentang kaum muda yang
bergerak , bergeliat dalam ranah seni visual di Malang telah menorehkan sejarah
daari wacana – wacana yang ditawarkan.
0 komentar:
Posting Komentar