Rabu, 02 Januari 2013

LAKU DAN IDE



                JIKA PERBEDAAN ADALAH JODOH
        LANTAS DIMANAKAH LETAK CINTA
        …………………………………………….
        ……………… KARMA DAN JODOH ITU
        SAMA SAJA
        SEBAB CINTA HANYALAH WAKTU

            Kebanyakan dari kita hidup dalam serentetan laku,yang sepintas lalu tampaknya tidak ada hubungannya satu sama lain, laku-laku yang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri, yang membawa kepada disintegrasi, kepada frustasi. Itulah suatu masalah yang menyangkut tiap orang di antara kita, karena kita hidup dari laku dan tanpa laku tidak ada hidup,tidak pengalaman, tidak ada pemikiran. Pikiran adalah laku; dan semata-mata mengejar laku pada tataran tertentu dalam kesadaran, yakni yang lahiriah, hanya terjebak dalam laku yang tertuju ke luar tanpa memahami seluruh proses laku itu sendir, tak boleh tidak akan membawa kita kepada frustasi, kepada penderitaan.
            Hidup  merupakan suatu rentetan laku atau suatu proses laku  pada tataran kesadaran yang berlainan. Yaitu, kesadaran tantangan dan respons, yang adalah mengalami, kemudian merumuskan atau memberi nama, dan sesudah  itu mencatat, yakni mengenang. Proses inilah yang dinamakan laku bukan?. Tanpa itu semua tidak akan ada laku.
            Lalu laku menciptakan  si pelaku. Artinya, pelaku lahir karena laku mempunyai hasil, suatu tujuan yang jadi sasaran. Jika tidak hasil dalam laku, maka pelaku itu tidak lah ada; tapi kalau ada suatu tujuan atau hasil yang dijadikan sasaran, maka laku melahirkan pelaku. Jadi pelaku, laku, dan tujuan atau hasil, merupakan satu proses yang menyatu, suatu proses tunggal, yang lahir jika laku itu mempunyai tujuan yang menjadi sasaran. Laku yang menuju ke suatu hasil adalah kemauan. Hasrat untuk mencapai tujuan mendatangkan kemauan, yaitu si pelaku – aku ingin mencapai, aku ingin menulis sebuah buku, aku ingin menjadi kaya, aku ingin melukis lukisan. Kita kenal baik dengan ketiga keadaan ini (walau sering tak menyadarinya): si pelaku, laku dan tujuan. Itulah kehidupan kita sehari-hari.
            Kalau kita memahami laku dalam arti kata-nya yang fudamentil, maka pengertian yang fudamentil itu akan mempengaruhi pula kegiatan lahiriah kita; tapi pertama-tama kita harus memahami sifat hakekatnya laku. Adakah laku itu dilahirkan oleh ide? Apakah kita lebih dulu mempunyai ide dan ber-laku kemudian? Ataukah laku lebih dulu ada dan kemudian, karena laku menciptakan konflik, kita membangun ide di seputarnya? Adakah laku menciptakan si pelaku ataukah si pelaku lebih dulu ada?
            Adalah sangat penting untuk menentukan yang mana lebih dulu ada,. Kalau ide yang lebih dulu ada, maka laku semata-mata hanya menyesuaikan bentuknya terhadap ide itu, dan karenanya itu bukan lagi laku melainkan imitasi, paksaan menurut suatu ide. Penting sekali untuk menyadari hal ini; karena, oleh sebab masyarakat kebanyakan disusun pada tataran intelektuil atau lisan, maka ide itulah yang lebih dulu ada dan  disusul oleh laku. Maka laku menjadi budaknya ide, dan pembentukan ide semata-mata, jelas merugikan laku. Ide melahirkan ide lainnya, dan jika yang ada hanyalah pembiakan ide maka “atagonisme”pun lahirlah, dan kita menjadi berat di atas dengan proses pengidean secara “intelektuil”. Struktur budaya kita sangat intelektuil; kita memupuk intelek dengan mengorbankan setiap factor lainnya dari kehidupan kita dan karena itu pengap oleh “ide-ide”.
            Dapatkah ide benar-benar melahirkan tindakan, ataukah ide semata-mata mengacau pikiran dan dengan demikian membatasi laku?. Kalau laku dipaksa oleh ide, laku tidak akan pernah membebaskan manusia. Jika ide membentuk laku, maka tindakan tidak pernah dapat melahirkan pemecahan terhadap “penderitaan-penderitaan” kita.
* Romo Pambudi, Budayawan              

#
Tulisan room pambudi untuk pameran tunggal tiok

0 komentar:

Posting Komentar